Sukoharjo, EKOIN.CO – Kejaksaan Agung (Kejagung) menyita uang tunai senilai Rp2 miliar dari kediaman Direktur Utama PT Sri Rejeki Isman (Sritex), Iwan Kurniawan Lukminto, di Sukoharjo, Jawa Tengah, pada Senin, 30 Juni 2025. Penyitaan ini dilakukan penyidik Jampidsus sehubungan dengan penyidikan kasus dugaan korupsi kredit perbankan yang melibatkan Sritex .
Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, menyampaikan dalam keterangan resmi bahwa selain uang, dokumen penting juga disita dari lokasi kediaman Iwan. “Dalam penggeledahan tersebut, penyidik melakukan penyitaan terhadap dokumen dan sejumlah uang,” ujarnya, Selasa, 1 Juli 2025 .
Penggeledahan berlangsung di lingkungan Laweyan, Surakarta, dan berjalan ketat. Uang tunai yang disita dibungkus dalam dua plastik bening berisi pecahan Rp100.000. Satu paket tertulis BCA Cabang Solo, Maret 2024 senilai Rp1 miliar; paket lainnya tertera BCA Cabang Solo, Mei 2024, juga Rp1 miliar .
Penggeledahan di Sejumlah Lokasi Terkait
Tidak hanya rumah Iwan, tim penyidik juga menggeledah kediaman mantan Direktur Keuangan Sritex inisial AMS di Solo Baru, Sukoharjo. Di sana disita dokumen dan dua ponsel sebagai barang bukti elektronik
Rumah Manager Treasury Sritex, berinisial CKN di Banjarsari, Surakarta, turut digeledah. Namun dari lokasi ini tidak ditemukan barang bukti terkait penyidikan
Lalu, penyidik merambah tiga perusahaan terkait Sritex secara paralel: PT Sari Warna Asli Textile Industry dan PT Senang Kharisma Textile di Karanganyar, serta PT Multi Internasional Logistic di Surakarta. Dari ketiganya disita dokumen dan flashdisk sebagai barang bukti elektronik .
Penggeledahan masih berjalan hingga Selasa sore (1/7/2025) di kantor pusat PT Sritex, Sukoharjo. Tim Jampidsus kini melakukan rangkaian kegiatan untuk menemukan dan mengamankan bukti tambahan
Subjudul: Detail Bukti dan Penetapan Tersangka
Harli merinci bahwa penyitaan uang tunai dilakukan di rumah Iwan pada dua tanggal berbeda; 20 Maret dan 13 Mei 2024, kedua paket masing-masing berisi uang Rp1 miliar dengan bukti cap BCA Solo .
Barang bukti berupa dokumen dan perangkat elektronik yang diamankan diduga berkaitan dengan dugaan penyalahgunaan kredit perbankan tidak sesuai peruntukan.
Kasus ini terkait kredit dari Bank DKI dan BJB senilai ratusan miliar rupiah. Bank-bank tersebut dituduh tidak melakukan analisis kelayakan dan prosedur yang semestinya sebelum menyalurkan kredit; praktik ini terjadi pada tahun 2020 .
Diduga dana kredit tak digunakan sesuai tujuan modal kerja: melainkan untuk membayar utang lama dan membeli aset non-produktif .
Hingga saat ini, Kejagung telah menetapkan tiga tersangka:
Iwan Setiawan Lukminto (mantan Dirut Sritex), Dicky Syahbandinata (Pemimpin Divisi Komersial Bank BJB), dan Zainuddin Mappa (Dirut Bank DKI) .
Subjudul: Proses Penyidikan dan Tahapan Hukum
Saat penyitaan, status Iwan masih saksi. Harli memastikan penyidikan sifatnya masih tahap penyelidikan, namun bukti dapat disita dari siapapun, termasuk saksi, apabila relevan .
Kejagung bakal mengajukan permohonan ke Pengadilan Negeri setempat untuk legalisasi penyitaan barang bukti.
Penggeledahan menyeluruh dilakukan untuk memastikan seluruh jejak keuangan dan dokumen ditemukan sempurna. Tim Jampidsus lebih dulu memetakan aliran dana serta siapa saja yang terlibat.
Kepastian lokasi usaha dan aset dicocokkan dengan laporan keuangan internal serta dokumen kredit di bank terkait.
Proses ini menggambarkan komitmen Kejagung mengusut tuntas red flags pelanggaran perbankan dan tata kelola kredit korporasi.
Kasus ini menegaskan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pemberian kredit oleh lembaga keuangan. Tanpa prosedur yang kuat, dana publik berpotensi diselewengkan dan berjalan di luar koridor hukum. Penyitaan uang tunai dan dokumen menunjukkan ada indikasi penyelewengan besar.
Masyarakat dan investor perlu mendapat jaminan bahwa pihak terkait bertanggung jawab penuh, guna menjaga kepercayaan publik terhadap industri perbankan. Pengawasan internal dan eksternal harus berjalan seiring untuk mencegah praktik serupa.
Bank dan korporasi perlu memperbaiki sistem audit dan pengawasan risiko keuangan agar meminimalkan potensi penyalahgunaan dana. Evaluasi SOP serta pelatihan karyawan menjadi langkah preventif penting.
Diharapkan Kejagung dapat segera menyelesaikan penyidikan hingga penuntutan demi kepastian hukum. Penegakan hukum tanpa pandang bulu akan menguatkan posisi Indonesia dalam menarik investasi.
Kasus ini menjadi pengingat bahwa taat aturan dan etika bisnis bukan sekadar formalitas, melainkan pondasi keberlanjutan usaha. Semoga putusan akhir menjadi preseden positif bagi korporasi dan perbankan di Tanah Air. (*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v