Jakarta, EKOIN.CO – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menerima kunjungan dua penasihat eksternal utama Dana Moneter Internasional (IMF) dan Grup Bank Dunia di Gedung Maramis, Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (30/6). Pertemuan berlangsung dalam suasana diskusi strategis yang mendalam.
Dua penasihat tersebut ialah Patrick Jerome Achi, mantan Perdana Menteri Republik Pantai Gading, dan George Mark The Lord Malloch-Brown, mantan Perdana Menteri serta Menteri Keuangan Cook Islands. Keduanya ditunjuk langsung oleh pimpinan tertinggi IMF dan Bank Dunia.
Kehadiran mereka untuk membahas masa depan serta arah adaptasi Institusi Bretton Woods (BWI) yang kini genap berusia 80 tahun sejak didirikan pasca-Perang Dunia II. Lembaga ini dikenal sebagai tonggak pembiayaan pembangunan global.
Sri Mulyani menyampaikan bahwa transformasi BWI sangat dibutuhkan untuk tetap relevan dalam dinamika global yang kian kompleks. Ia menekankan bahwa perubahan zaman menuntut fleksibilitas lembaga internasional seperti IMF dan Bank Dunia.
“BWI harus terus beradaptasi dengan perubahan kondisi dan harapan dari berbagai 191 negara anggota, serta tantangan dan suasana global yang makin dinamis,” ujar Menkeu Sri Mulyani melalui akun Instagram resminya, @smindrawati.
Sorotan Usia 80 Tahun Bretton Woods
Diskusi ini mengangkat tema “Bretton Woods At 80”, yang menggali kembali peran sejarah dan prospek masa depan lembaga tersebut. Fokus utama adalah bagaimana memperbarui mandat IMF dan Bank Dunia agar tetap relevan.
Dalam forum tersebut, Sri Mulyani juga menyampaikan berbagai tantangan yang kini dihadapi dunia. Ia menyoroti kondisi geopolitik yang terfragmentasi dan risiko krisis global yang kini semakin sering terjadi.
Perubahan iklim, potensi pandemi baru, perkembangan teknologi digital, hingga pergeseran demografi dan migrasi menjadi tantangan utama yang diangkat dalam diskusi. Semua isu itu menurutnya harus dijawab dengan reformasi kelembagaan yang responsif.
Patrick Achi dan Lord Malloch-Brown turut mencatat pentingnya keberlanjutan sistem pendanaan pembangunan internasional yang mampu menjangkau negara-negara berkembang dan rentan.
“Institusi global tak bisa bekerja dengan paradigma lama di era yang sepenuhnya baru,” ujar Lord Malloch-Brown dalam pertemuan tersebut.
Langkah Menuju Adaptasi Baru
Pertemuan tersebut merupakan bagian dari inisiatif reformasi IMF dan Bank Dunia yang sedang digulirkan menjelang pertemuan musim gugur tahunan lembaga tersebut pada Oktober mendatang. Pemerintah Indonesia turut memainkan peran aktif dalam dialog reformasi global ini.
Sri Mulyani menegaskan bahwa suara negara berkembang harus diperkuat dalam struktur pengambilan keputusan internasional. Ia menyebut pentingnya representasi yang lebih inklusif dan adil dalam sistem keuangan global.
“Kita perlu memastikan bahwa suara negara berkembang tidak hanya terdengar, tetapi juga berpengaruh,” ungkapnya dalam sesi tertutup pertemuan.
Diskusi ini menjadi salah satu langkah konkret menuju penyelarasan peran IMF dan Bank Dunia dengan kebutuhan masa depan dunia. Delegasi penasihat eksternal juga dijadwalkan melanjutkan tur regional ke negara lain di Asia Tenggara.
Kementerian Keuangan menyatakan dukungan penuh atas proses reformasi lembaga internasional tersebut, sebagai bagian dari tanggung jawab global Indonesia dalam sistem ekonomi multilateral.
Pertemuan antara Menteri Keuangan Sri Mulyani dan penasihat eksternal IMF-Bank Dunia menandai momen penting dalam refleksi 80 tahun lembaga Bretton Woods. Di tengah tantangan global yang kian rumit, peran lembaga keuangan internasional harus disesuaikan dengan tuntutan zaman yang berubah.
Melalui diskusi yang berlangsung di Jakarta, Indonesia menegaskan posisinya sebagai mitra strategis dalam reformasi sistem keuangan global. Pesan kuat dari Sri Mulyani mengenai pentingnya adaptasi dan inklusi mencerminkan semangat solidaritas pembangunan lintas negara.
Dengan sorotan pada isu-isu strategis seperti perubahan iklim, digitalisasi, hingga geopolitik, pertemuan ini menjadi sinyal bahwa pembaruan tatanan global adalah keniscayaan. Peran negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, semakin krusial dalam menentukan arah masa depan ekonomi dunia.(*)