Benue EKOIN.CO – Kerusuhan terbaru di Negara Bagian Benue, Nigeria Tengah, menewaskan puluhan hingga ratusan warga sipil dan merusak tatanan ekonomi lokal. Berikut laporan lengkapnya berdasarkan fakta dari sumber terpercaya.
Pusat tragedi bermula di desa Yelwata, Benue, sekitar 120 km dari ibukota Makurdi. Aksi bersenjata dilaporkan terjadi pada Jumat malam, 13 Juni 2025, saat para penggembala diduga menyerang warga yang sedang tidur di kediaman dan pasar lokal
Menurut pernyataan saksi, awalnya korban berlindung di bangunan dekat pasar. Namun serangan mendadak menyebabkan setidaknya 100 orang tewas di lokasi, dan pada Senin korban bertambah menjadi sekitar 150 jiwa .
Serangan di Yelwata dan Dampak Langsung
Desa itu mengalami serangan brutal Jumat malam ketika para pelaku menembaki warga lalu membakar rumah dan tenda tempat berlindung. Banyak korban tewas dimutilasi, dan jenazah ditemukan dalam kondisi hangus .
Petani Fidelis Adidi, 37 tahun, selamat dan kembali menemukan istrinya serta empat anak tewas terbakar. Ia menyebut dirinya “lemah dan jantung berdegup kencang” saat menyapu puing-puing rumah .
Pedagang pasar sekaligus ibu hamil, Talatu Agauta, kembali dan menemukan 40 karung beras miliknya hangus terbakar. Ia menyatakan, “meskipun bisa tewas di sini, aku tidak keberatan”
Presiden Bola Tinubu menyebut insiden ini sebagai “mainan berdarah yang tak masuk akal” dan segera berkunjung ke Makurdi untuk menemui korban di rumah sakit
Tanggapan Pemerintah dan Langkah Keamanan
Pemerintah Nigeria bereaksi cepat. Tinubu memerintahkan aparat keamanan untuk bertindak tegas dan memberikan jaminan penegakan hukum pada mob bersenjata
Badan Nasional Penanggulangan Darurat (NEMA) bekerja sama dengan lembaga kemanusiaan mendistribusikan bantuan kepada 3.000 pengungsi yang terdampak langsung .
Tinubu mengunjungi Makurdi, ibukota Benue, namun tidak langsung ke Yelwata. Ia mempertanyakan lambannya pihak kepolisian dalam menangkap pelaku
Kritikan atas penanganan pemerintah mengalir. Para pengamat menilai lemahnya sistem keamanan dan impunitas menghadapi konflik sektoral menjadi akar dari kejadian ini .
Latar Belakang Konflik Petani-Herder
Serangan ini sejalan dengan bentrokan berkepanjangan antara petani lokal dan penggembala Fulani di wilayah Middle Belt Nigeria yang menuntut akses lahan dan air
Konflik telah menelan lebih dari 2.300 jiwa antara 2020–2024 di berbagai wilayah, dan insiden Yelwata adalah bukti meningkatnya eskalasi baru-baru ini .
Etnis dan agama turut memperkeruh suasana: petani mayoritas Kristen, sementara penggembala memeluk Islam, memperdalam ketegangan yang menjadi akar serangkaian pembantaian .
Kini, pasar tradisional dan pertanian di Benue juga terancam, karena warga takut kembali membuka usaha maupun bercocok tanam.
Kerugian Ekonomi dan Dampak Sosial
Kerusakan fisik dan kerugian ekonomi belum sepenuhnya dihitung, namun tersiar laporan NEMA tentang kepergian ribuan warga mengungsi tanpa akses makanan aman dan tempat tinggal.
Jambret panen dan kebakaran pasar mematikan mata pencaharian rakyat lokal, termasuk pedagang seperti Talatu. Ini memperburuk kemiskinan dan krisis pangan regional.
Di luar Benue, di Nigeria Tenggara, konflik berbeda kerap terjadi, seperti “sit-at-home” oleh kelompok IPOB, yang juga menelan ratusan korban dan kerugian ekonomi triliunan naira
Peristiwa tersebut menambah panjang daftar kekerasan sipil di Nigeria sepanjang 2025, menunjukkan permasalahan keamanan nasional yang masih jauh dari selesai.
Situasi Keamanan Nasional
Pada 24 Juni 2025, militer Nigeria juga melancarkan serangan terhadap kelompok bersenjata di Niger State. Tercatat 14 tentara tewas dan puluhan lainnya terluka dalam bentrokan
Serangan terjadi di hutan Kwanar Dutse, tempat persembunyian para penyerang—diduga mantan penggembala—yang berencana menyerang desa-desa di wilayah tersebut
Aksi militer negara balasan tersebut menandakan eskalasi konflik agraria dan kriminal, menyusul kematian personel dan warga sipil di berbagai daerah.
Simultan dengan kerusuhan sipil, juga terjadi percakapan soal reformasi keamanan nasional, intervensi militer lebih ketat, dan kebutuhan dialog lintas etnis.
Pelajaran dan Tantangan Kedepan
Kerusuhan di Yelwata menegaskan betapa pentingnya penanganan konflik agraria, termasuk implementasi hukum anti-peternakan terbuka di Nigeria tengah dan selatan
Peran pemerintah daerah dan federal sangat vital dalam memulihkan kepercayaan masyarakat lewat sistem keamanan yang adil dan respons cepat terhadap pelanggaran HAM.
Diskusi dialektika antar komunitas perlu digelorakan, agar kaum penggembala dan petani menemukan solusi jangka panjang lewat musyawarah bukan kekerasan.
Konflik di Tenggara bahkan Afrika Barat juga memerlukan pendekatan berbeda: reformasi ekonomi, pembenahan sistem pendidikan, serta pemulihan infrastruktur yang terdampak.
Perbaikan kerjasama antara badan intelijen, aparat keamanan, serta organisasi masyarakat sipil mutlak diperlukan untuk mencegah eskalasi lanjutan.
Diperlukan penguatan hukum dan peran aktif aparat di garis depan konflik agraria untuk meredam potensi kelompok bersenjata menguasai wilayah desa terpencil.
Penerapan kebijakan ganda—pengembangan ekonomi melalui pemberdayaan petani dan jalur konsultasi untuk kelompok penggembala—bisa mengubah ketegangan menjadi dialog produktif.
Pemerintah pusat dan daerah wajib menyediakan jalur cepat tanggap dalam kasus gawat darurat seperti pembantaian, disertai investigasi independen dan transparan.
Upaya pembangunan kembali harus mencakup rehabilitasi mental dan fisik warga, agar mereka kembali beraktivitas, bercocok tanam, dan berdagang tanpa trauma.
Dukungan internasional dan lembaga kemanusiaan juga dibutuhkan untuk memperkuat sistem mitigasi, mendistribusikan bantuan, dan menyediakan pelatihan keamanan komunitas.
(*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v