Jakarta, Ekoin.co – Dalam agenda sidang yang berlangsung hari ini, sejumlah saksi memberikan keterangan terkait kasus yang melibatkan terdakwa Bambang Gatot Ariyono, Alwin Albar, dan Supianto. Sidang dipimpin oleh Ketua Hakim Fajar Kusuma, dengan anggota hakim Aryo dan Sukartono, serta Jaksa Penuntut Umum (JPU) Yoga dan tim.
Saksi pertama, Dian Savitri, yang menjabat sebagai Kepala Divisi Akuntansi di PT Timah sejak Juni 2022, menjelaskan bahwa semua program yang ada di perusahaan, termasuk kerjasama sewa smelter, tercatat dengan baik. “Semua tercatat,” ujarnya saat ditanya mengenai pencatatan akuntansi. Ia juga mengungkapkan bahwa total pembayaran untuk sewa smelter mencapai Rp3 triliun setelah dikurangi pajak.
Selanjutnya, Vina Eliani, yang menjabat sebagai Direktur Keuangan PT Timah, memberikan keterangan mengenai kerugian yang dialami perusahaan. “Di tahun 2019, PT Timah mengalami kerugian sebesar Rp611 miliar,” jelasnya. Ia juga menambahkan bahwa pada tahun 2020, kerugian mencapai Rp340 miliar, namun pada tahun 2021, perusahaan mencatat laba yang signifikan.
Saksi Abdullah Umar Baswedan, yang pernah menjabat sebagai Kepala Divisi Keuangan, mengungkapkan bahwa ia pernah mempertanyakan biaya peleburan yang ditetapkan. “Saya bertanya kepada Pak Alwin, ‘Pak, 4000 USD itu terlalu mahal untuk biaya peleburan karena biasanya 1000 USD,’ dan dijawab Pak Alwin, ‘itu sudah ada hitung-hitungannya’,” ungkapnya. Abdullah mengaku tidak melanjutkan pertanyaan karena mengira itu hanya ide.
Saksi Ain Syafei menambahkan bahwa ia tidak mengetahui apakah pembayaran honor yang dilakukan legal atau tidak, tetapi menurut pendapat pribadinya, itu tidak legal. Ia juga menyebutkan bahwa PT Timah memiliki lima mitra smelter swasta dan mengalami kerugian pada tahun 2019-2020.
Dalam sidang tersebut, saksi-saksi lainnya juga memberikan keterangan serupa mengenai kerugian yang dialami PT Timah dan kerjasama dengan mitra smelter. “Kami melakukan reklamasi sekitar 400 hektar selama 2018-2019,” kata Ahmad Aspani, yang pernah menjabat sebagai Kepala Unit Produksi Darat.
Sidang hari ini menyoroti berbagai aspek keuangan dan operasional PT Timah, serta tantangan yang dihadapi perusahaan dalam menjalankan kerjasama dengan mitra smelter. Keterangan dari saksi-saksi diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai situasi yang dihadapi oleh PT Timah.
Sidang yang berlangsung hari ini melanjutkan agenda keterangan saksi terkait kasus yang melibatkan terdakwa Bambang Gatot Ariyono, Alwin Albar, dan Supianto. Dalam sidang ini, saksi-saksi memberikan penjelasan mendalam mengenai kerugian yang dialami PT Timah serta rincian kerjasama sewa smelter yang telah dilakukan.
Saksi Dian Savitri, yang menjabat sebagai Kepala Divisi Akuntansi di PT Timah, menjelaskan bahwa semua transaksi terkait kerjasama sewa smelter telah dicatat dengan baik. “Semua tercatat,” tegasnya saat ditanya mengenai pencatatan akuntansi. Ia juga mengungkapkan bahwa total pembayaran untuk sewa smelter mencapai Rp3 triliun setelah dikurangi pajak, dengan rincian yang jelas untuk masing-masing smelter.
Saksi Vina Eliani, yang menjabat sebagai Direktur Keuangan, memberikan keterangan mengenai kinerja keuangan PT Timah. “Di tahun 2019, PT Timah mengalami kerugian sebesar Rp611 miliar,” ungkapnya. Ia menambahkan bahwa pada tahun 2020, kerugian mencapai Rp340 miliar, namun pada tahun 2021, perusahaan berhasil mencatat laba yang signifikan.
Saksi Abdullah Umar Baswedan, yang pernah menjabat sebagai Kepala Divisi Keuangan, juga memberikan keterangan penting. Ia mengungkapkan bahwa ia pernah mempertanyakan biaya peleburan yang ditetapkan. “Saya bertanya kepada Pak Alwin, ‘Pak, 4000 USD itu terlalu mahal untuk biaya peleburan karena biasanya 1000 USD,’ dan dijawab Pak Alwin, ‘itu sudah ada hitung-hitungannya’,” jelasnya. Abdullah mengaku tidak melanjutkan pertanyaan karena mengira itu hanya ide.
Saksi Ain Syafei menambahkan bahwa ia tidak mengetahui apakah pembayaran honor yang dilakukan legal atau tidak, tetapi menurut pendapat pribadinya, itu tidak legal. Ia juga menyebutkan bahwa PT Timah memiliki lima mitra smelter swasta dan mengalami kerugian pada tahun 2019-2020.
Saksi Ahmad Aspani, yang pernah menjabat sebagai Kepala Unit Produksi Darat, menjelaskan bahwa PT Timah melakukan reklamasi sekitar 400 hektar selama 2018-2019. Ia menekankan pentingnya pengawasan lingkungan yang dilakukan oleh divisi khusus di PT Timah.
Sidang hari ini menyoroti berbagai aspek keuangan dan operasional PT Timah, serta tantangan yang dihadapi perusahaan dalam menjalankan kerjasama dengan mitra smelter. Keterangan dari saksi-saksi diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai situasi yang dihadapi oleh PT Timah. (*)