Jakarta, EKOIN.CO – Kisah menyentuh datang dari Tanah Suci, dibagikan oleh seorang petugas haji bernama Siti Maria Ulfa yang tengah menjalankan amanah kemanusiaan di Arab Saudi. Ia adalah Katim dari Pusat Pembiayaan Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan (PUSPENMA) Kementerian Agama.
Pada musim haji tahun ini, Ulfa mendapat tugas khusus mendampingi jemaah lansia dan disabilitas. Ia membagikan pengalamannya secara langsung. “Saya ini bukan siapa-siapa. Tapi saya tahu tugas ini adalah bentuk ibadah,” tuturnya, Jumat (21/6).
Menurutnya, banyak yang mengira petugas haji hanya sekadar “dompleng”, namun Ulfa membantah. “Mungkin ada satu dua yang tidak optimal, tapi di lingkungan saya, semua bekerja tulus,” tegasnya saat ditemui di Makkah.
Ulfa menceritakan bahwa dedikasi para petugas begitu tinggi. Mereka bahkan rela mengorbankan waktu ibadah pribadi demi melayani jemaah, terutama mereka yang membutuhkan perhatian khusus. Ia mengaku, spiritualitas justru tumbuh saat membantu, bukan hanya saat ibadah ritual.
Pengalamannya dimulai dari mengantar seorang nenek ke Raudhah, menyusuri lorong-lorong Masjid Nabawi dengan kursi roda. “Ia berkata, ‘Saya ingin salat di Raudhah, Nak.’ Dan saya tahu, saya harus menemaninya sampai ia bersujud di taman surga,” kisah Ulfa dengan mata berkaca.
Kisah Pengabdian yang Menyentuh
Di tengah ribuan jemaah, Ulfa juga mengisahkan tentang seorang ibu difabel yang terpisah dari anaknya karena beda Syarikah. Dalam situasi itu, ia dan tim berinisiatif mengoordinasikan penggabungan keberangkatan agar keduanya bisa berhaji bersama.
“Kami transitkan dulu di hotel Madinah, lalu kami berangkatkan bersama. Tujuannya cuma satu: agar sang ibu dan anak bisa beribadah dalam ketenangan,” jelas Ulfa.
Pengabdian paling emosional yang dialaminya adalah saat mengganti popok seorang nenek yang mengalami kebocoran sejak dari pesawat. Tanpa koper, tanpa bantuan awal, Ulfa membeli sendiri keperluan si nenek dan membersihkannya dengan lembut.
“Saya tahu ini bukan cuma fisik. Saya tolak uang yang ia selipkan. ‘Saya senang bisa membantu, Nek,’ itu yang saya bilang padanya,” ujar Ulfa lirih.
Ia menyadari, momen seperti inilah yang mengajarkannya makna spiritual paling hakiki. “Bukan dari lantunan doa, tapi dari pelayanan yang tulus. Allah terasa sangat dekat,” katanya dengan suara bergetar.
Antara Keterbatasan Fisik dan Kelimpahan Cinta
Ulfa juga berharap pemerintah bisa meningkatkan fasilitas, terutama untuk jemaah lansia dan disabilitas. “Pendamping harus dari Indonesia. Jangan sampai mereka terpisah, karena mereka butuh teman bicara, bukan hanya bantuan teknis,” jelasnya.
Menurutnya, para petugas di lapangan sudah memberikan segalanya. “Kami terbatas jumlahnya, tapi cinta kami tidak terbatas,” katanya.
Ia mengaku sering menangis diam-diam, bukan karena lelah, tapi karena rasa syukur atas kesempatan ini. Kesempatan untuk berbakti, walau bukan kepada orang tua kandung, tapi kepada sosok-sosok sepuh yang ia temani di Tanah Suci.
“Saya sadar, mungkin ini jalan dari Allah agar saya belajar. Belajar mencintai, melayani, dan menyentuh langit lewat pengabdian yang sunyi,” tuturnya.
Menutup Tugas, Membuka Makna
Ulfa mengatakan, dari Raudhah hingga Arafah, dari kursi roda hingga tangisan di kamar hotel, semua itu adalah pelajaran spiritual baginya. “Saya bukan siapa-siapa, tapi saya bersyukur Allah izinkan saya menjalani ini,” katanya mengakhiri.
Kisah Siti Maria Ulfa membuktikan bahwa petugas haji bukan sekadar bagian dari birokrasi. Mereka menjalani tugas dengan sepenuh hati dan penuh dedikasi, terutama bagi jemaah lansia dan disabilitas. Pelayanan yang mereka berikan bukan hanya fisik, tetapi juga batiniah.
Apa yang dijalani Ulfa di Tanah Suci menggambarkan dimensi lain dari spiritualitas. Ia tidak banyak berdoa di tempat mustajab, tapi doa justru hadir dalam tindakan-tindakan sederhana namun penuh kasih. Ia menjadi penghubung antara belas kasih dan ibadah, antara tugas dan cinta.
Harapan agar ke depan sistem pendampingan lebih baik menjadi pesan penting. Bukan hanya untuk kenyamanan jemaah, tapi juga sebagai wujud penghargaan kepada para petugas yang telah memberi tanpa batas. Dari cinta yang sederhana, pelajaran besar tentang kemanusiaan pun lahir.(*)