Kabul,, EKOIN.CO – Pemerintah Afghanistan mengumumkan langkah tegas dengan menghentikan sejumlah kontrak kerja sama strategis yang selama ini dijalankan bersama China, termasuk proyek-proyek besar di sektor pertambangan dan infrastruktur. Keputusan ini diumumkan pada akhir Juni 2025 dan menjadi bagian dari evaluasi nasional terhadap arah investasi asing di negara tersebut.
Langkah ini menunjukkan perubahan sikap Afghanistan terhadap kerja sama luar negeri, khususnya skema investasi yang selama ini dikenal minim persyaratan, namun memiliki konsekuensi besar bagi kedaulatan ekonomi. Pemerintah Taliban melakukan peninjauan ulang terhadap kontrak-kontrak lama, baik yang dibuat sebelum mereka berkuasa maupun setelahnya.
Sebagaimana diberitakan VIVA.co.id, kerja sama yang dihentikan berkaitan dengan proyek-proyek yang didanai melalui Belt and Road Initiative (BRI) – program pembangunan global yang diprakarsai oleh China. Beberapa proyek yang terdampak antara lain berada di sektor pertambangan dan jalur transportasi lintas negara.
Keputusan itu diambil setelah pemerintah menemukan sejumlah masalah dalam pelaksanaan proyek-proyek tersebut, seperti keterlambatan pengerjaan, kurangnya transparansi, dan dampak sosial negatif terhadap masyarakat lokal. Beberapa proyek bahkan dilaporkan mangkrak tanpa kejelasan tindak lanjut.
Afghanistan kini menjadi bagian dari deretan negara yang mengambil langkah serupa, seperti Pakistan, Sri Lanka, dan Zambia. Negara-negara tersebut sebelumnya juga melakukan pembatalan atau renegosiasi terhadap proyek-proyek yang dibiayai China, karena beban utang yang membengkak dan kekhawatiran akan ketergantungan ekonomi.
Dalam pernyataannya, pemerintah Afghanistan menyatakan ingin memastikan bahwa semua kerja sama internasional selaras dengan kepentingan nasional, serta membawa manfaat langsung bagi masyarakat. Kontrak-kontrak baru, bila ada, akan mengedepankan prinsip keadilan dan kemandirian ekonomi.
Meski hubungan ekonomi Afghanistan dan China telah berlangsung lama, dinamika politik dan perubahan kepemimpinan membuat kerja sama tersebut terus dievaluasi. China tetap menjadi mitra dagang penting, namun Kabul kini menekankan perlunya relasi yang saling menghormati dan tidak timpang.
“Afghanistan memiliki hak penuh untuk menentukan siapa mitra kerja sama yang memberikan dampak positif bagi negara dan rakyatnya,” ujar juru bicara Taliban, seperti dikutip dari VIVA.co.id. Ia menambahkan bahwa evaluasi terhadap kontrak adalah langkah krusial dalam menjaga integritas nasional.
China sebelumnya dikenal sebagai penyandang dana utama proyek-proyek infrastruktur di berbagai negara berkembang, termasuk di Asia Selatan dan Afrika. Namun, sejumlah proyek tersebut dikritik karena menciptakan beban utang jangka panjang dan mengancam aset strategis negara penerima.
Kembalinya Taliban ke tampuk kekuasaan pada 2021 membawa arah baru dalam kebijakan luar negeri Afghanistan. Pemerintahannya kini menunjukkan pendekatan yang lebih hati-hati dalam menerima tawaran investasi luar, terutama dari negara-negara besar seperti China.
Dalam beberapa kasus, kontrak-kontrak yang dibuat sebelumnya dianggap merugikan karena tidak melibatkan proses yang transparan dan kurang memperhatikan dampak sosial terhadap warga setempat. Ini menjadi pertimbangan utama dalam pengambilan keputusan pemerintah saat ini.
Pemerintah mengungkapkan bahwa proyek-proyek yang dibatalkan akan ditawarkan kembali kepada investor lain yang bersedia memenuhi syarat yang lebih ketat dan sesuai prinsip pembangunan berkelanjutan. Tidak tertutup kemungkinan kerja sama dilakukan dengan negara-negara selain China.
Beberapa proyek yang terdampak pembatalan berada di daerah perbatasan dan memiliki nilai strategis tinggi. Jalur logistik dan tambang yang sebelumnya dikembangkan dengan dana China kini dikaji kembali guna memastikan manfaat ekonominya bagi Afghanistan.
Langkah ini sekaligus memperlihatkan keinginan Afghanistan untuk membangun struktur ekonomi nasional yang tidak hanya bergantung pada satu negara mitra. Diversifikasi sumber investasi menjadi fokus utama agar tidak terjebak dalam pola ketergantungan ekonomi eksternal.
Kementerian Ekonomi Afghanistan menyatakan sedang merancang sistem baru dalam pengelolaan kerja sama luar negeri. Sistem tersebut akan memastikan seluruh kontrak melalui proses audit dan keterlibatan masyarakat sebelum ditandatangani.
Tidak hanya itu, kementerian juga menegaskan bahwa pendekatan baru ini akan memperhatikan isu lingkungan dan kesejahteraan masyarakat lokal sebagai indikator penting dalam setiap kerja sama pembangunan ke depan.
Sementara itu, pihak China belum memberikan pernyataan resmi mengenai pembatalan proyek-proyek tersebut. Namun sebelumnya, perwakilan pemerintah China menekankan bahwa skema Belt and Road harus dijalankan atas dasar keuntungan bersama dan rasa saling percaya.
Di dalam negeri, reaksi terhadap keputusan ini beragam. Sebagian pihak menyambut baik kebijakan tersebut karena dianggap sebagai bentuk perlindungan terhadap sumber daya alam dan kepentingan jangka panjang negara.
Namun ada pula yang khawatir bahwa penghentian proyek besar akan memicu pengangguran, terutama di wilayah yang selama ini menjadi lokasi pembangunan. Pemerintah diminta segera mencari alternatif agar dampak sosial bisa diminimalkan.
Afghanistan dikenal memiliki kekayaan tambang yang belum terkelola secara optimal, termasuk tembaga, emas, dan litium. Potensi ini menjadi daya tarik besar bagi banyak negara, termasuk China. Namun, pemerintah ingin memastikan eksploitasi dilakukan secara bertanggung jawab.
Beberapa negara seperti Turki, Iran, dan Rusia disebut-sebut sebagai calon mitra baru dalam proyek-proyek infrastruktur dan pertambangan. Pemerintah Afghanistan menyatakan siap menjalin kerja sama dengan mitra yang menghargai kedaulatan nasional.
Sebagai bagian dari strategi baru, Kementerian Luar Negeri Afghanistan tengah menyusun pedoman kerja sama internasional yang berisi syarat-syarat transparansi, keterbukaan informasi, serta tanggung jawab sosial dan lingkungan.
Afghanistan kini menekankan perlunya pengawasan independen terhadap proyek-proyek pembangunan, dan memastikan bahwa dampak proyek tidak hanya dinilai dari sisi ekonomi tetapi juga dari stabilitas sosial dan pelestarian alam.
Beberapa lembaga masyarakat sipil mendorong pemerintah membentuk komisi nasional yang bertugas mengawasi proyek investasi asing. Tujuannya adalah untuk menjamin agar tidak terjadi praktik korupsi dan eksploitasi sumber daya.
Keputusan Kabul ini juga menjadi bagian dari tren global di mana negara-negara berkembang mulai berani menolak skema investasi yang merugikan. Pemerintah ingin membangun preseden bahwa kerja sama luar negeri harus berdasarkan prinsip saling menguntungkan.
Langkah Afghanistan bisa menjadi rujukan bagi negara-negara lain yang ingin memperkuat posisi tawar mereka dalam negosiasi kontrak investasi. Kebijakan ini dinilai penting dalam era baru pembangunan global yang lebih adil.
Dengan dikeluarkannya keputusan ini, Afghanistan mengisyaratkan kepada dunia bahwa meski menghadapi tantangan ekonomi besar, mereka tetap berkomitmen untuk membangun negeri secara mandiri dan berkelanjutan.
Pemerintah mengatakan bahwa mereka akan mengundang lembaga internasional untuk membantu merumuskan kebijakan investasi yang berorientasi pada pembangunan jangka panjang dan keberlanjutan sosial.
Afghanistan saat ini berada di persimpangan jalan antara kebutuhan investasi asing dan keinginan menjaga kendali atas pembangunan nasional. Kebijakan ini diambil sebagai jalan tengah untuk mencapai keseimbangan tersebut.
Langkah ini menandai fase baru dalam hubungan Afghanistan dengan mitra internasional. Pemerintah menyampaikan bahwa kerja sama tetap terbuka, namun harus berdasarkan kepentingan bersama dan tidak memberatkan salah satu pihak.
Ke depan, pemerintah akan lebih selektif dalam menerima tawaran proyek, terutama dari negara-negara besar yang selama ini memiliki posisi dominan dalam hubungan bilateral. Hal ini demi menjaga keadilan dalam pengelolaan aset negara.
Pemerintah Afghanistan sebaiknya menyusun kebijakan investasi berbasis prinsip transparansi dan akuntabilitas. Semua kontrak kerja sama harus melalui proses evaluasi menyeluruh dengan melibatkan pakar independen dan komunitas lokal.
Sebagai negara yang ingin mengurangi ketergantungan pada investor tunggal, Afghanistan perlu menjalin kemitraan dengan berbagai pihak yang memiliki track record kerja sama yang adil dan konstruktif.
Langkah selektif dalam memilih mitra kerja sama harus diiringi dengan pembangunan kapasitas dalam negeri. Pemerintah perlu memberdayakan tenaga kerja lokal agar dapat mengambil peran lebih besar dalam proyek pembangunan.
Selain itu, penguatan lembaga pengawas menjadi sangat penting untuk menjamin pelaksanaan proyek berjalan sesuai rencana dan tidak merugikan masyarakat. Tanpa sistem pengawasan yang kuat, potensi penyimpangan akan tetap tinggi.
Pada akhirnya, keberhasilan langkah ini bergantung pada konsistensi pemerintah dalam menjaga arah kebijakan ekonomi nasional yang pro rakyat dan berlandaskan prinsip kedaulatan penuh atas sumber daya dan kebijakan publik.
(*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v