Jakarta, EKOIN.CO – Institut Teknologi Bandung (ITB) menerima kunjungan dari PT Agrinas Palma Nusantara (Persero) pada Selasa, 24 Juni 2025. Pertemuan berlangsung di Ruang Prarapim, Gedung Rektorat, Jalan Tamansari, Kota Bandung.
Kunjungan ini bertujuan menjajaki kerja sama strategis antara dunia industri dan akademisi. Fokus utama diskusi adalah upaya bersama membangun kemandirian energi dan ketahanan pangan nasional.
Rombongan PT Agrinas Palma Nusantara dipimpin Direktur Bisnis dan Pengembangan Industri, Edi Slamet Irianto. Mereka disambut langsung oleh Rektor ITB, Prof. Dr. Ir. Tatacipta Dirgantara, M.T.
Turut hadir pula Wakil Rektor Bidang Riset dan Inovasi, Prof. Ir. Lavi Rizki Zuhal, Ph.D., beserta sejumlah dekan dan perwakilan Fakultas/Sekolah dari berbagai disiplin ilmu di lingkungan ITB.
Dalam pemaparannya, Edi menjelaskan bahwa PT Agrinas Palma Nusantara dibentuk pada Februari 2025. Perusahaan ini membawa visi untuk menjadikan Indonesia swasembada energi berbasis sumber daya terbarukan.
Proyeksi Industri dan Potensi Kolaborasi
Menurut Edi, pihaknya akan mengelola lahan seluas 4 juta hektar di berbagai wilayah Indonesia. Lahan tersebut digunakan untuk mendukung produksi minyak goreng dan protein hewani.
“Untuk itu, perusahaan akan menerapkan Sistem Integrasi Sawit-Sapi-Kambing (SISKA), yakni pengelolaan lahan yang menggabungkan perkebunan sawit dengan peternakan sapi dan kambing,” ungkapnya.
Langkah awal yang akan dilakukan adalah pembangunan pabrik pupuk sebagai pendukung produktivitas lahan sawit. Rencana lokasi pabrik akan diprioritaskan dekat dermaga agar distribusi menjadi efisien.
“Rata-rata, satu hektar sawit membutuhkan pupuk antara 150 kilogram hingga satu ton per tahun,” ujar Edi menambahkan.
Ia menekankan bahwa ITB memiliki sumber daya manusia dan keahlian yang sangat relevan untuk mendukung proyek jangka panjang ini.
Peran Strategis Fakultas di ITB
Rektor ITB, Prof. Tata, menyampaikan bahwa proyek ini memerlukan pendekatan lintas disiplin yang solid. Ia menyebut Fakultas Teknologi Mesin dan Dirgantara (FTMD) sebagai salah satu ujung tombak dari sisi teknis.
“FTMD akan sangat berperan dalam rekayasa mesin, sistem perpompaan, dan desain pipa untuk fasilitas industri,” ujarnya.
Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan (FTSL) juga akan dilibatkan. Mereka akan membantu pada aspek perencanaan kawasan, pengelolaan limbah industri, serta solusi teknik kelautan.
Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati (SITH) akan memberi kontribusi dalam pemanfaatan sumber daya hayati, ekologi, dan prinsip keberlanjutan untuk mendukung sistem agroindustri terintegrasi.
Sementara itu, Fakultas Teknologi Industri (FTI) akan mendalami potensi hilirisasi sawit untuk menghasilkan bahan bakar terbarukan. Hal ini termasuk riset pengembangan katalis, bensin sawit, dan avtur berbasis biomassa.
“Kami akan petakan lebih lanjut keahlian yang dibutuhkan agar kontribusi dari ITB bisa maksimal dan tepat sasaran,” tutur Prof. Tata.
Menuju Industri Berbasis Energi dan Pangan
Menurut Prof. Tata, kolaborasi ini memiliki nilai strategis dalam mewujudkan kawasan industri berbasis energi dan pangan secara berkelanjutan. Ia berharap langkah awal ini menjadi gerbang menuju kerja sama jangka panjang.
“Kita ingin menjadikan proyek ini sebagai contoh nyata sinergi antara perguruan tinggi dan BUMN yang berdampak langsung pada masyarakat dan lingkungan,” katanya menutup sesi diskusi.
Hingga berita ini diturunkan, studi lokasi pembangunan pabrik pupuk dan agenda teknis lanjutan masih dalam tahap persiapan. Namun pihak ITB dan PT Agrinas menyepakati perlunya tim kerja gabungan.
Dalam waktu dekat, tim dari kedua pihak akan melakukan pertemuan lanjutan untuk menyusun peta jalan kerja sama yang terukur, realistis, dan terintegrasi dengan rencana pembangunan nasional.
Pertemuan antara ITB dan PT Agrinas Palma Nusantara pada 24 Juni 2025 menjadi langkah awal membangun ekosistem industri yang berpijak pada keberlanjutan dan kemandirian nasional. Agenda ini mempertemukan visi besar negara dengan kekuatan riset dan inovasi kampus.
Sinergi antara akademisi dan pelaku industri menjadi sangat penting di tengah tantangan global terkait ketahanan energi dan pangan. Dengan pendekatan multidisiplin, proyek ini diharapkan mampu mendorong terobosan dalam pengelolaan sawit, peternakan, dan energi terbarukan.
Rencana pembangunan pabrik pupuk dan pengelolaan 4 juta hektar lahan menjadi titik krusial yang membutuhkan kerja sama intensif. Dengan dukungan penuh dari ITB, peluang menciptakan kawasan industri hijau berbasis sains terbuka lebar.(*)