Jakarta, EKOIN.CO – Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) menyerukan agar pemerintah lebih bijak dan berhati-hati dalam merancang kebijakan pajak untuk pedagang online. Permintaan ini muncul menyusul wacana pemberlakuan pajak baru terhadap para pelaku usaha daring yang dikhawatirkan dapat memengaruhi perkembangan sektor digital, khususnya UMKM.
Ketua Umum idEA, Bima Laga, menyampaikan bahwa kebijakan fiskal yang menyasar perdagangan digital perlu memperhatikan kesiapan para pelaku usaha kecil. Menurutnya, mayoritas pelaku UMKM digital masih dalam tahap merintis dan belum memiliki fondasi keuangan yang kuat.
“Kami memahami pentingnya penerimaan negara dari sektor pajak, namun jika dilakukan tanpa mempertimbangkan kesiapan para pelaku usaha, ini bisa menghambat pertumbuhan UMKM di ranah digital,” ujar Bima Laga, dikutip dari CNN Indonesia, Selasa (25/6).
Bima menambahkan bahwa sekitar 21 juta pelaku UMKM telah bergabung ke dalam ekosistem digital. Bila kebijakan perpajakan diterapkan tanpa pertimbangan matang, dikhawatirkan akan mendorong mereka keluar dari pasar daring.
Ia juga menyebutkan bahwa perkembangan dunia digital di Indonesia masih sangat muda dan membutuhkan dukungan kebijakan yang bersifat memfasilitasi, bukan membebani.
idEA menekankan bahwa pelibatan pelaku usaha dalam proses pembuatan kebijakan sangat penting agar regulasi yang muncul dapat sesuai dengan kondisi di lapangan dan mendorong pertumbuhan yang berkelanjutan.
Lebih lanjut, asosiasi ini juga mendorong pemerintah untuk melakukan klasifikasi terhadap pelaku usaha daring. Menurut Bima, pengenaan pajak hendaknya disesuaikan dengan skala usaha agar tidak terjadi ketimpangan perlakuan.
“Jika perlakuannya disamaratakan, tentu akan menimbulkan ketidakadilan, terutama bagi usaha kecil yang masih belajar bertahan,” jelasnya.
Ia juga menggarisbawahi perlunya pemanfaatan data yang akurat untuk menghindari kesalahan sasaran dalam pengenaan pajak terhadap pedagang daring.
Edukasi serta sosialisasi terkait kewajiban perpajakan juga dinilai penting oleh idEA. Bima menuturkan bahwa sebagian besar pelaku usaha tidak menolak pajak, tetapi memerlukan informasi yang jelas dan prosedur yang sederhana.
“Para pedagang online ini membutuhkan pendampingan dalam memahami sistem perpajakan agar mereka dapat patuh tanpa merasa terbebani,” ucapnya.
Asosiasi tersebut juga menyoroti peran besar UMKM dalam perekonomian nasional. Oleh sebab itu, mereka menilai kebijakan fiskal yang akan diterapkan seharusnya menjadi sarana penguatan, bukan tekanan.
Menurut idEA, banyak UMKM yang saat ini bertumpu pada platform digital sebagai jalur utama usahanya. Bila diberlakukan aturan yang tidak proporsional, keberlangsungan bisnis mereka bisa terancam.
Bima mengusulkan agar pemerintah mencontoh negara-negara lain yang telah berhasil mengintegrasikan perpajakan digital tanpa memberatkan pelaku usaha.
Salah satu pendekatan yang bisa diadopsi adalah sistem pemajakan otomatis yang terhubung langsung dengan platform digital untuk menyederhanakan kepatuhan pajak.
Ia juga menekankan pentingnya Indonesia memiliki sistem perpajakan yang modern dan akomodatif, yang mampu sejalan dengan perkembangan pesat ekonomi digital.
Dalam usulannya, Bima menginginkan adanya masa transisi dengan penyesuaian tarif yang didasarkan pada omzet. Pendekatan ini diyakini mampu memberikan ruang adaptasi yang wajar bagi UMKM.
idEA juga menyuarakan pentingnya dialog terbuka antara pemerintah dan pelaku usaha agar kebijakan yang dihasilkan benar-benar mencerminkan kebutuhan di lapangan.
Dikatakan Bima, pelaku usaha digital terbuka terhadap aturan baru, selama prosesnya melibatkan komunikasi dua arah dan memperhatikan realitas yang mereka hadapi.
Asosiasi e-commerce tersebut juga siap bekerja sama dengan pemerintah dalam membangun kebijakan fiskal yang tidak hanya meningkatkan penerimaan negara, tetapi juga mendukung pertumbuhan sektor usaha digital.
“Kerja sama erat antara pemerintah dan pelaku usaha adalah kunci agar sistem pajak yang dibentuk dapat diterima dan dijalankan secara efektif,” tutur Bima.
Rencana penerapan pajak terhadap pelaku e-commerce sebelumnya telah diutarakan oleh pemerintah sebagai bagian dari reformasi sistem perpajakan nasional.
Meski demikian, rincian kebijakan tersebut hingga kini masih belum diumumkan secara resmi, dan pemerintah menyebutkan masih dalam tahap pembahasan lintas instansi.
Beberapa pelaku usaha menyampaikan kekhawatiran mereka terkait wacana pajak tersebut. Mereka berharap kebijakan yang akan muncul tidak justru mempersulit mereka dalam menjalankan usaha.
Salah satu pedagang online mengaku pendapatannya masih fluktuatif, sehingga jika diwajibkan membayar pajak secara tetap, akan menjadi beban tersendiri.
“Kadang penghasilan tidak tentu, jadi kalau harus bayar pajak rutin, saya belum sanggup,” ungkapnya kepada CNN Indonesia.
Pelaku UMKM menginginkan kehadiran negara dalam bentuk perlindungan nyata, termasuk melalui regulasi yang mendukung keberlangsungan bisnis mereka.
Data dari Kementerian Koperasi dan UKM menunjukkan bahwa UMKM menyumbang lebih dari 60 persen PDB nasional, sebuah angka yang menegaskan pentingnya peran mereka.
Beberapa pelaku usaha juga mengkritik pendekatan fiskal yang terkesan hanya fokus pada penerimaan negara, tanpa mempertimbangkan ketahanan usaha kecil.
idEA mendorong agar pendekatan pajak yang diambil memperhitungkan aspek keadilan dan kelangsungan ekosistem usaha digital.
Ekonom dari Universitas Indonesia, Darussalam, menyampaikan bahwa prinsip keadilan dalam pajak digital harus dijaga. Ia menyebutkan bahwa pengenaan pajak harus mempertimbangkan kapasitas pelaku usaha untuk membayar.
“Jangan sampai kebijakan ini malah menekan pelaku usaha kecil yang sebenarnya sedang bertumbuh,” ujarnya dalam wawancara terpisah.
Menurut Darussalam, sistem digitalisasi pajak akan lebih baik jika diarahkan untuk meningkatkan kepatuhan secara otomatis dan efisien, tanpa mempersulit UMKM.
Pemerintah sejauh ini belum memberikan respon resmi terhadap masukan idEA. Namun Kementerian Keuangan menegaskan akan menampung semua masukan dari berbagai pihak.
Masukan dari pelaku industri diharapkan mampu memberikan perspektif langsung dari lapangan sehingga kebijakan yang terbentuk lebih akurat dan realistis.
Rencana pemajakan digital perlu dilandasi oleh strategi yang matang agar tidak memunculkan ketidakpastian bagi pelaku usaha.
Kebijakan yang terbuka terhadap dialog, berbasis data, serta mempertimbangkan dampaknya terhadap pelaku usaha kecil akan lebih diterima oleh masyarakat.
Dengan adanya transparansi dan komunikasi dua arah, kepercayaan pelaku usaha terhadap pemerintah akan meningkat dan mendorong kepatuhan yang lebih tinggi.
Pendekatan pajak yang bertahap, fleksibel, dan berpihak pada keberlangsungan usaha kecil merupakan langkah ideal untuk menciptakan sistem fiskal yang inklusif.
Keterlibatan platform digital dalam sistem pajak juga dapat menjadi solusi praktis agar pelaku UMKM tidak terbebani prosedur administratif yang rumit.
(*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v