Teheran, EKOIN.CO – Tiga instalasi nuklir utama milik Iran mengalami kerusakan berat usai digempur oleh serangan udara gabungan dari militer Israel dan Amerika Serikat. Lokasi yang terkena dampak adalah fasilitas pengayaan uranium di Natanz, Fordow, serta pusat teknologi nuklir di Isfahan. Serangan ini terjadi pada akhir pekan lalu dan disebut telah melumpuhkan sebagian besar operasi di ketiga titik tersebut.
Berdasarkan informasi yang diterima dari pejabat intelijen Israel, kerusakan yang dialami ketiga fasilitas tersebut dinilai sangat parah. Mereka menyampaikan bahwa infrastruktur vital yang mendukung program nuklir Iran hancur dan tidak memungkinkan untuk segera dipulihkan.
Menurut laporan dari Axios yang mengutip pernyataan sejumlah pejabat Israel, perangkat pengayaan uranium yang berada di bawah tanah kini tidak dapat dijangkau, sebagian besar material uranium juga tertimbun reruntuhan akibat ledakan.
Serangan tersebut melibatkan penggunaan bom penghancur bunker yang diluncurkan oleh pesawat siluman B-2 milik AS. Misi ini dilaksanakan dengan presisi tinggi dan diarahkan untuk menghancurkan sistem vital di fasilitas nuklir Iran.
Donald Trump, dalam pernyataannya menyebutkan bahwa operasi militer itu berjalan sesuai rencana dan telah mencapai target strategis. Ia menggambarkan dampaknya sebagai “sangat berhasil dan menyeluruh” terhadap program nuklir Iran.
Pemerintah Iran melalui Kementerian Luar Negeri mengakui bahwa sejumlah infrastruktur penting di sektor energi nuklir mereka mengalami kerusakan besar. Mereka menambahkan bahwa saat ini sedang dilakukan evaluasi menyeluruh atas dampak serangan.
“Kami sedang dalam proses menilai sejauh mana kerusakan yang ditimbulkan, baik pada struktur fasilitas maupun sistem pengayaan uranium,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, seperti dikutip dari New York Post.
Sumber yang sama menyebut bahwa meskipun belum ada pernyataan resmi dari Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, namun pihak militer dan teknisi telah dikerahkan ke lapangan untuk melakukan pemeriksaan lanjutan.
Salah satu pejabat Israel yang dikutip dalam laporan Axios menegaskan bahwa mereka yakin instalasi nuklir Iran tidak akan bisa diaktifkan kembali dalam waktu dekat. Ia juga menyebutkan bahwa sebagian besar uranium 20% dan 60% kini terkubur di bawah puing.
“Kerusakan yang terjadi membuat pengoperasian ulang fasilitas tersebut nyaris mustahil dalam waktu dekat,” ucap pejabat tersebut.
Beberapa lembaga pemantau pertahanan melaporkan bahwa gambar satelit memperlihatkan adanya kehancuran besar di wilayah Natanz dan Fordow. Analisis terhadap gambar tersebut masih dilakukan untuk mengidentifikasi seberapa dalam dampaknya terhadap sistem bawah tanah.
Pihak Israel mengklaim seluruh target strategis berhasil dihancurkan dalam satu gelombang serangan, tanpa perlu melakukan aksi lanjutan.
Belum ada laporan korban jiwa dari pihak Iran, namun sejumlah pekerja teknis dan ilmuwan disebut mengalami luka akibat ledakan dan runtuhnya struktur beton di bawah tanah.
Reaksi dari komunitas internasional pun bermunculan. Australia memberikan dukungan terhadap langkah Amerika Serikat dan Israel. Sebaliknya, Rusia dan Tiongkok menyampaikan kecaman keras atas serangan tersebut.
Iran menanggapi kecaman dengan menyatakan akan mengambil langkah diplomatik di forum internasional untuk mengutuk agresi yang mereka sebut melanggar hukum internasional.
Selain itu, Iran juga memberi peringatan akan kemungkinan tindakan balasan, termasuk menutup jalur pelayaran strategis Selat Hormuz jika ketegangan tidak segera mereda.
Badan Energi Atom Internasional (IAEA) belum mengeluarkan pernyataan resmi, namun sumber internal lembaga tersebut menyatakan bahwa mereka sedang memantau situasi secara ketat, termasuk potensi risiko kebocoran radiasi.
Israel mengatakan bahwa serangan ini dilakukan untuk menghalangi ambisi nuklir Iran yang dianggap membahayakan stabilitas kawasan. Mereka juga menyatakan bahwa tindakan ini bersifat defensif dan bukan bertujuan untuk menggulingkan pemerintahan Iran.
Sementara itu, Departemen Keamanan Dalam Negeri AS memperingatkan potensi serangan balasan dari Iran dalam bentuk serangan siber atau sabotase terhadap infrastruktur vital di AS dan sekutunya.
Beberapa analis pertahanan memperkirakan bahwa pemulihan penuh terhadap program nuklir Iran bisa memakan waktu bertahun-tahun, tergantung pada kapasitas rekonstruksi dan dukungan teknologi yang dimiliki Iran.
Laporan dari Associated Press menyebut bahwa selain kerusakan fisik, serangan tersebut juga berdampak pada moral dan semangat para ilmuwan yang terlibat dalam program nuklir Iran.
Dampak lainnya adalah terganggunya proyek pengayaan uranium yang telah berlangsung selama beberapa dekade, dan kini terhenti akibat rusaknya sentrifugal serta jaringan listrik utama di lokasi yang diserang.
Meskipun Iran memiliki cadangan teknologi, mereka diyakini tidak dapat memulihkan operasional penuh fasilitas dalam waktu singkat, mengingat kompleksitas sistem dan tingkat kehancuran yang dilaporkan.
Sumber dari militer Iran mengatakan bahwa pihaknya telah meningkatkan kewaspadaan nasional dan akan mempertimbangkan semua opsi yang diperlukan untuk melindungi kepentingan negaranya.
Sementara itu, para diplomat Barat menyarankan agar ketegangan ini tidak dibiarkan berlarut-larut dan mendorong semua pihak untuk kembali ke meja perundingan demi mencegah eskalasi lebih lanjut.
Beberapa lembaga think tank keamanan menyatakan bahwa konflik ini berpotensi menjadi pemicu ketegangan regional yang lebih besar, jika tidak segera ditangani secara diplomatik.
Iran menyebut serangan ini sebagai “tindakan provokatif yang akan mendapat jawaban setimpal,” namun belum dijelaskan secara rinci bentuk balasan yang dimaksud.
Komunitas internasional, termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa, menyerukan pengendalian diri dan dialog terbuka untuk menghindari konflik lebih lanjut yang bisa mengancam stabilitas Timur Tengah.
Kerusakan yang terjadi diperkirakan akan berdampak jangka panjang pada kapasitas nuklir Iran, terutama dalam proses pengayaan uranium dan pengembangan reaktor canggih.
Amerika Serikat menegaskan bahwa tindakan militer ini dilakukan untuk menunda potensi pengembangan senjata nuklir oleh Iran, bukan untuk menciptakan perubahan rezim pemerintahan.
Laporan-laporan awal menunjukkan bahwa serangan tersebut telah menurunkan tingkat pengayaan uranium secara drastis di ketiga fasilitas utama Iran.
Seluruh perkembangan situasi ini kini menjadi perhatian utama berbagai lembaga intelijen dunia dan akan memengaruhi langkah-langkah kebijakan luar negeri di kawasan Timur Tengah.
Kehancuran infrastruktur vital ini sekaligus memberikan tekanan besar kepada pemerintah Iran untuk merespons di tengah desakan rakyat dan komunitas internasional.
Dengan kerusakan yang terjadi, kemungkinan dimulainya kembali aktivitas nuklir akan sangat tergantung pada respons Iran terhadap upaya diplomatik dan kesiapan teknologi mereka.
Saran dari berbagai pengamat keamanan menyebutkan bahwa jalan terbaik untuk meredakan situasi adalah dengan menghidupkan kembali jalur diplomasi yang pernah dijalankan dalam kesepakatan nuklir JCPOA.
Iran dan negara-negara barat didorong untuk membuka kembali ruang dialog dan kerja sama guna menciptakan transparansi terhadap aktivitas nuklir yang dilakukan.
Penting bagi semua pihak yang terlibat untuk menahan diri dari aksi sepihak yang dapat memicu eskalasi, termasuk tindakan militer atau provokasi melalui media.
PBB diharapkan dapat berperan aktif dalam menengahi konflik dan mengembalikan fokus pada stabilitas kawasan melalui forum internasional dan resolusi damai.
Kondisi saat ini memerlukan kepemimpinan global yang kuat dalam mencegah konflik yang lebih luas serta mendukung jalan damai sebagai solusi jangka panjang.
(*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v