Jakarta, EKOIN.CO – Penyatuan dua kubu dalam tubuh Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) akhirnya terwujud dalam Musyawarah Nasional (Munas) ke-X yang digelar di kantor pusat Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (24/6/2025). Forum ini sekaligus menjadi momentum penting dalam memperkuat akselerasi pembangunan sektor pertanian nasional.
Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, menyambut baik rekonsiliasi ini dan menegaskan bahwa bersatunya HKTI menjadi fondasi kuat bagi kemitraan strategis antara petani dan pemerintah. Menurutnya, langkah ini sejalan dengan program prioritas Presiden Prabowo Subianto.
“Ini adalah momentum yang baik untuk menyatukan HKTI yang selama ini terbelah, menjadi satu kekuatan besar. Yang terpenting adalah bagaimana kita bersama-sama merealisasikan visi Presiden Prabowo, khususnya di sektor pertanian,” ujar Amran.
Amran juga menyampaikan rasa bangga karena Munas diselenggarakan di lingkungan Kementerian Pertanian. Ia menyebut kementerian sebagai rumah besar bagi seluruh petani dan organisasi tani di Indonesia.
Penyatuan ini menjadi jawaban atas dualisme kepemimpinan yang terjadi sejak Munas VII di Bali pada 2010. Perpecahan selama lebih dari satu dekade antara kubu Moeldoko dan Fadli Zon akhirnya berakhir dengan komitmen bersama.
HKTI Bersatu, Konsolidasi Petani Menguat
Dalam Munas tersebut, Amran mengapresiasi kekompakan 35 delegasi provinsi yang hadir secara sukarela. Ia menilai antusiasme tersebut menjadi bukti bahwa HKTI memiliki kekuatan akar rumput yang sangat kuat.
Lebih lanjut, ia menekankan pentingnya penguatan HKTI di daerah untuk mendukung pengembangan komoditas unggulan seperti kopi Aceh, pala Sumbawa, kakao Luwu Timur, dan mete Sulawesi Tenggara.
“Kita akan petakan berdasarkan keunggulan komparatif, kemudian dikawal oleh HKTI. Sekarang Wakil Menteri Pertanian akan menjadi ketua HKTI, ini satu kesatuan tidak bisa terpisahkan mengawal program unggulan Presiden,” imbuh Amran.
Ia menegaskan bahwa pendekatan berbasis hilirisasi menjadi prioritas nasional yang membutuhkan peran aktif petani melalui lembaga yang kuat dan solid seperti HKTI.
Sementara itu, Ketua Umum DPN HKTI, Fadli Zon, menyampaikan bahwa bersatunya HKTI menjadi langkah besar demi masa depan pertanian Indonesia yang lebih kuat dan mandiri.
Kepemimpinan Baru, Harapan Baru
Dalam kesempatan tersebut, Fadli Zon mengumumkan tidak akan mencalonkan diri kembali setelah dua periode menjabat. Ia menyatakan dukungan penuh kepada Wakil Menteri Pertanian, Sudaryono, sebagai penerus kepemimpinan HKTI.
Menurut Fadli, Sudaryono merepresentasikan generasi muda yang memiliki energi dan pemahaman kuat terhadap isu-isu pertanian serta memiliki akses strategis dalam pemerintahan.
“Di bawah kepemimpinan baru, HKTI akan semakin solid, petani semakin sejahtera, dan cita-cita swasembada pangan nasional dapat segera terwujud,” ujar Fadli di hadapan peserta Munas.
Ia juga menyoroti sejumlah kebijakan Presiden Prabowo yang dinilainya sangat berpihak pada petani, seperti penghapusan utang petani bermasalah dan kenaikan HPP gabah menjadi Rp6.500 per kilogram.
Selain itu, Fadli menyebut penyaluran pupuk subsidi yang kini lebih tepat sasaran menjadi contoh kebijakan nyata yang memperkuat posisi petani di lapangan.
Penyatuan HKTI dalam Munas ke-X menjadi titik balik penting dalam sejarah organisasi tani terbesar di Indonesia. Setelah lebih dari sepuluh tahun mengalami perpecahan, dua kubu yang sempat berselisih kini sepakat menyatu untuk memperkuat kelembagaan petani secara nasional.
Langkah ini bukan hanya menjadi simbol rekonsiliasi, tetapi juga mempertegas peran HKTI sebagai mitra strategis pemerintah dalam pembangunan sektor pertanian. Dengan kepemimpinan yang baru dan struktur organisasi yang solid, HKTI diharapkan mampu mengawal implementasi program swasembada pangan dan hilirisasi komoditas unggulan di seluruh daerah.
Dukungan penuh dari pemerintah melalui Kementerian Pertanian, serta kehadiran Wakil Menteri sebagai Ketua Umum HKTI, memberikan sinyal kuat bahwa sinergi antara negara dan petani berada dalam jalur yang sama untuk menuju pertanian mandiri dan berdaulat.(*)