Bekasi, EKOIN.CO ‑ Seorang perempuan yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di Kota Bekasi akhirnya mencari perlindungan dan bantuan ke Dinas Pemadam Kebakaran setelah merasa tidak ditanggapi secara serius oleh pihak kepolisian.
Peristiwa ini terjadi pada pekan ketiga bulan Juni 2025 dan langsung menarik perhatian publik setelah pengakuan korban beredar luas di media sosial dan dikutip oleh sejumlah media nasional.
Korban, yang identitasnya tidak diungkapkan untuk melindungi privasinya, mengaku sudah beberapa kali melaporkan tindak kekerasan yang dilakukan oleh suaminya ke pihak kepolisian setempat.
Namun, ia mengatakan bahwa laporan tersebut tidak mendapatkan tindak lanjut atau perlindungan yang layak.
Merasa terdesak dan tidak tahu harus ke mana lagi, perempuan tersebut memutuskan untuk mengunjungi kantor Dinas Pemadam Kebakaran Kota Bekasi sebagai upaya terakhir mencari pertolongan.
Menurut pengakuannya, ia berjalan kaki dalam kondisi trauma dan luka ringan untuk sampai ke markas Damkar demi mencari tempat aman.
Kejadian itu pun membuat petugas Damkar yang sedang berjaga menjadi terkejut, karena ini bukan situasi yang biasa mereka hadapi.
“Biasanya kami menerima laporan kebakaran, penyelamatan hewan atau pertolongan teknis. Tapi kali ini, seorang ibu datang dalam kondisi panik, menangis, dan memohon perlindungan,” ujar seorang petugas damkar yang enggan disebutkan namanya.
Ia menambahkan bahwa pihaknya langsung memberikan tempat aman dan menenangkan korban sebelum menghubungi pihak-pihak yang berwenang lainnya.
Petugas Damkar kemudian membantu korban dengan menghubungi Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) dan lembaga perlindungan sosial setempat.
Peristiwa ini mencuat setelah unggahan korban dan dokumentasi rekaman CCTV tersebar dan menjadi perbincangan di media sosial.
Banyak warga net yang menyampaikan keprihatinannya terhadap respons aparat yang dinilai lamban dan kurang tanggap terhadap kasus KDRT.
Dikutip dari Kompas.com, kasus ini juga menjadi sorotan aktivis perempuan dan perlindungan anak yang mendesak evaluasi terhadap sistem penanganan kasus KDRT di wilayah Bekasi.
Salah satu aktivis dari Koalisi Perempuan Indonesia, Lenny Kusuma, menyampaikan bahwa tindakan korban merupakan bentuk keputusasaan terhadap sistem perlindungan yang seharusnya bisa diandalkan.
“Ketika korban kekerasan tidak merasa aman bahkan setelah melapor ke polisi, artinya ada yang sangat salah dalam sistem penanganannya,” ujar Lenny.
Ia menekankan pentingnya aparat penegak hukum untuk memiliki kepekaan dan pengetahuan dalam menghadapi kasus-kasus kekerasan domestik.
Pihak kepolisian sendiri belum memberikan pernyataan resmi terkait aduan korban yang merasa diabaikan saat melapor.
Namun, berdasarkan informasi dari media lokal, Polres Metro Bekasi sedang melakukan verifikasi terhadap laporan tersebut dan menjanjikan penanganan lebih lanjut.
Kasus ini kembali menyoroti lemahnya sistem pendampingan dan perlindungan korban kekerasan di wilayah perkotaan padat seperti Bekasi.
Tidak sedikit korban yang enggan melapor karena takut tidak mendapat perlindungan atau justru disalahkan.
Sementara itu, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Bekasi menyatakan siap memberikan pendampingan psikologis dan hukum kepada korban.
“Kami sudah menerima laporan dari Dinas Pemadam Kebakaran dan langsung menugaskan tim untuk mendampingi korban,” kata Kepala DP3A Bekasi, Siti Aisyah.
Ia menjelaskan bahwa korban saat ini berada di rumah aman dan dalam pengawasan tim psikolog serta pekerja sosial.
Siti juga menyampaikan bahwa koordinasi dengan Unit PPA Polres Bekasi telah dilakukan untuk memastikan proses hukum tetap berjalan.
Dari hasil asesmen awal, korban mengalami trauma psikis dan membutuhkan waktu pemulihan sebelum memberikan keterangan lebih lanjut kepada penyidik.
DP3A juga mengimbau masyarakat untuk melaporkan setiap kasus kekerasan ke lembaga resmi yang memiliki prosedur perlindungan yang jelas.
Dalam kasus ini, peran Damkar dinilai sangat luar biasa karena mampu memberi respons kemanusiaan yang cepat di luar tugas rutinnya.
“Ini bukti bahwa semua instansi harus punya empati. Meski bukan tugas utama mereka, Damkar menunjukkan kepedulian yang luar biasa,” ujar Lenny Kusuma.
Peristiwa ini juga mendorong banyak pihak untuk menyusun protokol siaga lintas sektor dalam penanganan korban kekerasan.
Dinas Sosial Kota Bekasi juga telah turun tangan dan menyiapkan rencana pemulihan ekonomi korban melalui bantuan sosial.
Sebagai bagian dari penanganan lanjutan, DP3A berkoordinasi dengan Lembaga Bantuan Hukum untuk memastikan korban mendapatkan keadilan.
Sejumlah organisasi masyarakat sipil menyatakan siap memberikan dukungan, baik secara hukum maupun psikologis.
Sementara itu, warga sekitar tempat tinggal korban menyatakan bahwa sebelumnya sudah mendengar adanya kekerasan dalam rumah tangga tersebut.
Namun, karena takut dan tidak tahu harus bertindak bagaimana, mereka hanya bisa diam dan berharap masalahnya selesai sendiri.
Pengamat sosial dari Universitas Negeri Jakarta, Dr. Wahyu Arif, menilai kasus ini mencerminkan kegagalan sistem pengaduan kekerasan yang belum sepenuhnya berpihak pada korban.
“Jika laporan ke polisi tidak ditindak, maka korban akan merasa tidak ada pilihan selain lari ke tempat yang dianggap paling aman, bahkan yang bukan wewenangnya,” ungkap Wahyu.
Ia menegaskan pentingnya pelatihan intensif bagi aparat penegak hukum tentang penanganan sensitif terhadap korban KDRT.
Selain itu, perlu ada penguatan lembaga rujukan alternatif bagi korban yang merasa tidak aman saat melapor ke kepolisian.
Perlu juga dilakukan kampanye publik untuk meningkatkan kesadaran bahwa KDRT adalah tindak pidana yang harus dilaporkan dan ditindak.
Perempuan dan anak-anak merupakan kelompok paling rentan dalam kekerasan domestik dan butuh perhatian khusus dari seluruh lapisan masyarakat.
Korban saat ini masih menjalani pemulihan dan belum memberikan keterangan resmi kepada media.
Namun pihak DP3A memastikan bahwa segala kebutuhan dasar dan perlindungan telah diberikan.
Laporan akhir dari kepolisian akan menjadi acuan untuk menentukan langkah hukum berikutnya terhadap pelaku.
Kasus ini diharapkan menjadi momentum untuk memperbaiki sistem pengaduan dan penanganan kekerasan berbasis gender di Indonesia.
Pemerintah daerah diminta untuk lebih aktif dalam memastikan semua laporan kekerasan mendapatkan respon yang cepat dan tepat.
Kejadian ini juga menunjukkan bahwa instansi non-tradisional seperti Damkar pun dapat menjadi garda terdepan dalam situasi darurat kemanusiaan.
Kepedulian petugas Damkar menunjukkan bahwa kemanusiaan harus menjadi landasan utama dalam pelayanan publik, apapun bentuknya.
Diperlukan penyusunan mekanisme siaga darurat sosial yang melibatkan semua elemen pemerintah daerah dan komunitas.
Pendekatan multi-sektor menjadi kunci dalam mencegah dan menangani kekerasan berbasis rumah tangga secara menyeluruh.
Dalam menghadapi persoalan ini, sistem perlindungan harus dirancang lebih fleksibel dan inklusif terhadap berbagai jenis laporan dari masyarakat.
Masyarakat juga memiliki peran besar dalam menciptakan lingkungan yang aman dengan tidak membiarkan kasus kekerasan terjadi di sekitar mereka tanpa respon.
Sebagai saran, diperlukan perbaikan menyeluruh terhadap sistem penanganan kasus KDRT, termasuk peningkatan kapasitas petugas kepolisian dan penambahan rumah aman. Perluasan jalur pelaporan alternatif juga dapat menjadi solusi untuk menghindari bottleneck di satu titik pelaporan.
Pemerintah daerah harus mendorong pembentukan gugus tugas terpadu antarinstansi yang dapat merespons laporan dengan lebih cepat dan tanggap. Ini termasuk melibatkan organisasi masyarakat sipil dan relawan komunitas sebagai bagian dari jejaring pengaduan.
Kampanye sosial untuk menghapus stigma terhadap korban juga sangat penting, agar para penyintas tidak lagi ragu mencari pertolongan. Media massa pun diharapkan memberikan ruang yang adil dan edukatif tanpa mengeksploitasi cerita korban.
Pendidikan sejak dini mengenai kesetaraan gender dan pencegahan kekerasan perlu ditanamkan di sekolah dan lingkungan keluarga. Dengan demikian, budaya kekerasan dalam rumah tangga bisa dicegah secara sistemik dan jangka panjang.
Semua pihak memiliki tanggung jawab untuk menciptakan ekosistem perlindungan yang komprehensif, bukan hanya aparat, tetapi juga masyarakat, media, dan pemerintah lokal sebagai penopangnya. (*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v