Jakarta, EKOIN.CO – Irjen Pol (Purn) Aryanto Sutadi menilai kritikan masyarakat terhadap institusi Polri terjadi sejak dulu hingga sekarang. Bahkan Aryanto menyebut institusi Polri kerap menjadi sumber cemoohan.
“Saya melihat pasang surutnya (citra) polisi. Tapi kalau dibanding-bandingkan, dari dulu polisi itu memang sudah menjadi sumber cemoohan,” ujar Aryanto kepada Eddy Wijaya dalam podcast EdShareOn yang dikutip pada Selasa (24/6).
Menurut Aryanto, kritikan kepada institusi Polri tidak hanya datang dari kalangan masyarakat biasa, melainkan juga dari kalangan tokoh bangsa seperti Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, periode 2019-2024 Mahfud MD.
“Contoh Pak Mahfud mengumpamakan hilang sapi. Dari dulu sudah ada kayak gitu. Kalau dulu kita kehilangan kambing, lapor, malah kehilangan sapi,” kata dia.
Pertanyaan Mahfud soal kehilangan sapi pernah disampaikan dalam sebuah podcast menyikapi persoalan hukum di Indonesia yang cukup kompleks. Ketua Mahkamah Konstitusi periode 2008–2013 itu menganalogikan bila warga melapor ke polisi soal kehilangan satu sapi, dia akan mengeluarkan biaya kehilangan sebanyak 5 sapi.
Aryanto mengatakan, kritikan tersebut merupakan hal yang wajar lantaran banyaknya perbuatan personel polisi yang tidak mencerminkan sebagai seorang penegak hukum.
“(Dulu) oleh senior-senior saya itu dikasih contoh-contoh perilaku yang tidak benar gitu loh. Jadi saya itu, aduh, polisi kok kayak gini ya? Tapi saya nggak heran,” kata lulusan Magister Hukum Universitas Jayabaya itu.
Bukan hanya dari perbuatan personel polisi saja, Aryanto menjelaskan, ancaman terhadap citra Kepolisian juga dapat melalui perbuatan dari kalangan keluarga polisi.
“Ketika saya belum masuk polisi, waktu saya masih di Solo, begitu mendaftar polisi saya sudah dengar (kabar) bahwa putranya polisi main-main pistol kalau dia ditangkap (berkata) saya anak polisi, kok begitu dulu? Nakal pak, polisi yang sedang jaga diambil senjatanya, kenakalan anak pejabat polisi,” ucap Kapolda Sulawesi Tengah 2004 itu.
Kendati demikian, Aryanto menekankan agar penilaian terhadap Kepolisian harus membedakan 3 perspektif, yakni dari institusinya, fungsinya, dan manusianya.
“Kalau dari manusianya, ada polisi yang jujur, dan ada polisi yang tidak jujur. Kalau fungsinya, ada 3 tugas pokoknya yaitu Harkamtibmas, penegakan hukum dan melayani masyarakat, apakah berjalan dengan baik apa tidak? Di situlah polisi dinilai baik atau buruk. Nah kalau institusinya, baik buruknya polisi itu dilihat dari apakah masyarakat puas atau tidak?,” ucapnya. ()