Jakarta, EKOIN.CO – Indonesia melalui Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) memanfaatkan momentum pertemuan ASEAN Ministerial Meeting on Science, Technology, and Innovation (AMMSTI) 2025 untuk memperluas kolaborasi riset regional dan global. Pertemuan puncak ini digelar di Jakarta pada Jumat, 20 Juni 2025, dan menjadi bagian dari rangkaian ASEAN Committee on Science, Technology and Innovation (COSTI) yang berlangsung sejak 16 Juni.
Kepala BRIN, Laksana Tri Handoko, dalam pernyataannya menegaskan bahwa Indonesia tidak hanya bertindak sebagai tuan rumah, tetapi juga sebagai penggerak utama inisiatif strategis riset kawasan. “Kita tidak ingin hanya menyelenggarakan acara seremonial, tetapi juga menghadirkan inisiatif konkret yang berdampak jangka panjang,” ujar Handoko, Jumat (20/6) di Gedung B.J. Habibie, Jakarta.
Dalam forum tersebut, Indonesia mengusulkan sembilan platform kolaborasi riset strategis yang terbuka bagi seluruh negara ASEAN, termasuk Timor-Leste sebagai observer. Hadir pula mitra dialog utama seperti Jepang, Tiongkok, Korea Selatan, Australia, Uni Eropa, dan Amerika Serikat.
Platform tersebut mencakup berbagai bidang, mulai dari riset prasejarah, biodiversitas laut dan darat, hingga pengembangan teknologi antariksa dan nuklir. Selain itu, ditawarkan pula kerja sama dalam riset pisang sebagai pangan masa depan serta biologi struktural untuk pengembangan obat presisi.
Menurut Handoko, efektivitas kolaborasi regional dinilai mampu meningkatkan efisiensi anggaran riset secara signifikan. “Dengan kolaborasi, satu rupiah bisa bernilai dua hingga tiga kali lipat. Indonesia bukan hanya penerima, tetapi juga negara donor,” tegasnya.
Dorong Efisiensi dan Sinergi Kawasan
Lebih lanjut, Handoko menyatakan bahwa platform kolaborasi tersebut merupakan respons atas tantangan bersama kawasan Asia Tenggara. “Permasalahan seperti perubahan iklim, konservasi keanekaragaman hayati, dan polusi laut itu lintas batas. Tidak bisa diselesaikan sendiri,” ungkapnya.
Ia mencontohkan citra satelit Indonesia yang mencakup wilayah negara tetangga, seperti Filipina dan Malaysia. Menurutnya, kerja sama semacam ini jauh lebih efisien daripada setiap negara harus mengembangkan sistem pemantauan sendiri. “Daripada Filipina atau Malaysia bikin sendiri, lebih baik kita berbagi,” jelasnya.
BRIN pun menegaskan bahwa tidak ada kuota partisipasi dalam platform ini. Namun, Indonesia memberikan prioritas bagi peneliti dari negara ASEAN sebagai bentuk komitmen kolaboratif yang terbuka.
Platform ini diharapkan bisa menjadi jembatan ilmiah yang mempertemukan kepakaran dari berbagai negara, terutama dalam pemanfaatan teknologi mutakhir seperti drone, satelit, hingga sistem observasi bumi berbasis AI.
Handoko juga menekankan pentingnya sinergi sektor pangan dan kesehatan antarnegara ASEAN. “Malaysia kuat di kelapa sawit, Thailand di hortikultura, sementara Indonesia di tanaman pangan. Sinergi ini akan memperkuat ketahanan regional,” tandasnya.
Kekayaan Regional Sebagai Fondasi Inovasi
Dengan mengedepankan prinsip berbagi dan sinergi, Indonesia mengajak semua pihak untuk memanfaatkan kekayaan biodiversitas Asia Tenggara sebagai modal bersama. “Kita punya kekayaan yang luar biasa, dari daratan hingga laut, itu bisa jadi kekuatan kolektif,” kata Handoko.
Riset bersama dalam bidang keanekaragaman hayati diharapkan dapat memperkuat ketahanan pangan, mempercepat penciptaan produk kesehatan berbasis sumber daya lokal, dan menjaga keberlanjutan lingkungan di tengah ancaman perubahan iklim.
BRIN juga menyebutkan bahwa infrastruktur riset Indonesia siap menopang kolaborasi tersebut. Laboratorium, pusat observasi, dan fasilitas pemantauan telah tersedia dan dapat diakses bersama negara mitra dalam kerangka kerja sama yang disepakati.
Sebagai penutup, Indonesia mengajak ASEAN dan mitra global untuk tidak sekadar menjadi pengguna teknologi, tetapi menjadi bagian dari penciptanya. Hal ini dinilai penting agar kawasan mampu berdikari secara ilmiah di tengah kompetisi global.
Pertemuan AMMSTI 2025 di Jakarta menjadi momentum penting bagi Indonesia untuk menunjukkan perannya sebagai pemimpin dalam kolaborasi riset ASEAN. Dengan menawarkan sembilan platform kolaboratif lintas sektor, Indonesia berupaya mempertemukan kepakaran regional untuk menjawab tantangan global secara bersama-sama.
Kepala BRIN, Laksana Tri Handoko, menekankan pentingnya efisiensi melalui kerja sama. Ia menilai bahwa platform ini bukan hanya mempererat hubungan antarnegara, tetapi juga mampu mendongkrak nilai investasi riset dengan pendekatan berbagi sumber daya. Dalam kondisi terbatas, kolaborasi menjadi kunci keberhasilan inovasi kawasan.
Dengan semangat terbuka, BRIN mengajak semua negara ASEAN dan mitra dialog untuk berkontribusi aktif. Penekanan pada riset berbasis biodiversitas, pangan masa depan, dan teknologi pemantauan menjadi fondasi menuju ketahanan dan kemandirian kawasan. Indonesia berharap semangat ini dapat menjalar sebagai kultur baru riset regional yang berkelanjutan.(*)