Jakarta EKOIN.CO – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat angka kemiskinan nasional pada September 2024 sebesar 8,57 %, turun dari 9,03 % pada Maret 2024 dan 9,36 % pada Maret 2023 .
Penurunan ini berarti terdapat 24,06 juta penduduk miskin, berkurang sekitar 1,16 juta dari Maret 2024 dan 1,84 juta dari Maret 2023 . Garis kemiskinan nasional tercatat sebesar Rp 595.242 per kapita per bulan, di mana 74,5 % untuk kebutuhan makanan dan 25,5 % untuk non-makanan .
Secara wilayah, kemiskinan di perkotaan turun menjadi 6,66 % dari 7,09 %, sedangkan di perdesaan turun menjadi 11,34 % dari 11,79 % . Proporsinya menunjukkan 11,05 juta orang miskin di kota dan 13,01 juta di desa .
Secara regional, jumlah kemiskinan terkonsentrasi di Pulau Jawa mencapai 12,62 juta (52 ,5 % dari total), Sumatera 5,25 juta, Bali–Nusa Tenggara 1,94 juta, Sulawesi 1,88 juta, Maluku–Papua 1,46 juta, dan Kalimantan 0,91 juta
BPS menegaskan ini adalah capaian terendah sejak pengumuman pertama pada 1960 . Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, menyatakan, “Kemiskinan September 2024 sebesar 8,57 %, ini menjadi capaian terendah di Indonesia sejak pertama kali angka kemiskinan diumumkan oleh BPS pada 1960”
Namun, perbedaan signifikan muncul jika dibandingkan data Bank Dunia. Berdasarkan standar global (garis kemiskinan US$ 6,85 PPP per hari), 60,3 % populasi Indonesia atau 171,9 juta orang dikategorikan miskin . Adopsi PPP 2021 meningkatkan proyeksi itu menjadi 68 % atau 193,8 juta orang.
BPS merespons bahwa perbedaan tersebut bukan kontradiksi, melainkan akibat penggunaan metode dan tujuan yang berbeda BPS fokus pada kebutuhan dasar masyarakat dalam konteks nasional, bukan perbandingan antarnegara .
Metode BPS menggunakan konsep kebutuhan dasar (makanan & non-makanan) lewat Susenas yang mencakup 52 komoditas makanan dan sekitar 50 komoditas non-makanan . Garis kemiskinan Maret 2024 sebelumnya Rp 536.122 per kapita per bulan
Sementara itu, Bank Dunia telah memperbarui standar garis kemiskinan internasional menjadi US$ 3,00 PPP per hari, dan upper-middle menjadi US$ 8,30 PPP per hari pada Juni 2025
DEN menyebut BPS dan instansi terkait tengah mengkaji penyempurnaan metodologi garis kemiskinan, ditargetkan rampung tahun 2025
Turunnya angka menurut BPS disambut positif, namun ekonom dan peneliti menilai data tersebut belum menggambarkan kemiskinan multidimensi . Achmad Nur Hidayat dari UPN menyatakan, banyak warga yang masuk kategori sangat rentan meski tak dihitung miskin oleh BPS disarankan BPS melibatkan indikator akses layanan dasar & kondisi pekerjaan .
Peneliti IDEAS, Muhammad Anwar, menambahkan bahwa jika menggunakan standar PPP US$ 6,85, angka kemiskinan akan jauh lebih tinggi, sehingga metode BPS perlu disesuaikan agar kebijakan lebih tepat sasaran
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v