Jakarta, EKOIN.CO – Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan M. Adhiya Muzakki, alias MAM, sebagai tersangka dalam kasus dugaan perintangan penyidikan, penuntutan, dan persidangan terhadap tiga perkara korupsi besar. Penetapan dilakukan melalui Surat Penetapan Tersangka Nomor TAP‑32/F.2/Fd.2/05/2025 dan Surat Perintah Penyidikan PRIN‑35/F.2/Fd.2/05/2025, berdasarkan temuan bahwa MAM berperan aktif dalam merancang dan menyebarluaskan narasi negatif yang menyerang institusi ini .
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, menjelaskan kegiatan tersebut dilakukan secara terstruktur oleh tim Cyber Army yang dipimpin MAM. Tim ini membentuk lima kelompok, bernama Mustafa 1 sampai Mustafa 5, dengan kekuatan sekitar 150 buzzer yang dibayar untuk melempar komentar dan konten negatif terkait penanganan kasus di Kejagung .
Menurut penuturan Abdul Qohar saat konferensi pers di Lobi Gedung Bundar Jampidsus, para buzzer tersebut dibayar sebesar Rp1.500.000 per orang. Pembayaran dilakukan secara bertahap, berupa Rp697.500.000 melalui staf keuangan Indah Kusumawati dan Rp167.000.000 melalui kurir Rizki dari kantor hukum AALF, total mencapai Rp864.500.000 ..
Uang itu diduga berasal dari Marcella Santoso (MS), advokat yang juga ditetapkan sebagai tersangka. MS berbagi peran dengan Junaedi Saibih (JS) dan Tian Bahtiar (TB), Direktur Pemberitaan JakTV, dalam menyusun narasi yang menyudutkan Kejagung, khususnya terkait penghitungan kerugian negara dalam tiga perkara, yaitu korupsi ekspor CPO, tata niaga timah, dan impor gula .
Kejadian ini terungkap setelah Kejagung menyelidiki dugaan suap dalam kasus ekspor CPO oleh tiga perusahaan besar. Lalu berkembang menjadi pengungkapan upaya sabotase digital yang dilakukan tim Cyber Army untuk mengganggu proses hukum .
MAM ditahan selama 20 hari di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung. Penahanan ini bertujuan untuk memperjelas aliran barang bukti, termasuk perangkat komunikasi, dan konfirmasi keterlibatan para tersangka lain .
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, menyatakan bahwa pengungkapan tersebut menunjukkan adanya “serangan balik koruptor” terhadap jalannya penegakan hukum di republik ini .
Abdul Qohar mengungkapkan bahwa modus operandi mereka mencakup produksi berita, artikel, video, dan talkshow di kampus yang disiarkan oleh stasiun televisi tertentu. Konten tersebut dirancang untuk menanamkan keraguan terhadap profesionalisme penyidik.
Selain media sosial seperti X, TikTok, dan Instagram, mereka juga menyasar media kampus dan daring untuk memperluas jangkauan narasi negatif .
Ketiga perkara yang disabotase yakni: 1) dugaan suap kasus ekspor CPO, 2) korupsi tata niaga timah di PT Timah Tbk, dan 3) impor gula. Ketiganya saat ini sedang dalam tahap penanganan oleh Jampidsus .
Pada Kejaksaan Agung, kegiatan ini disebut melanggar Pasal 21 UU No. 31/1999 jo. UU No. 20/2001 dan Pasal 55 ayat (1) ke‑1 KUHP tentang perintangan penyidikan dan penuntutan .
MAM bekerjasama erat dengan TB, yang bertugas membuat konten melalui dialog, talkshow, dan diskusi panel di lingkungan kampus, kemudian disiarkan oleh media terkait.
Konten itu menggunakan narasi bahwa perhitungan kerugian negara oleh Kejagung adalah keliru, sehingga mampu menciptakan opini publik yang negatif dan meragukan kredibilitas penyidik .
Guna memperkuat efektivitas narasi, tim buzzer diminta merespon dan menyebar komentar di media sosial berdasarkan materi yang disiapkan oleh MS dan JS .
Data penyidikan menyebutkan bahwa MAM bersama MS, JS, dan TB telah sepakat menggagalkan secara langsung maupun tidak langsung ketiga penanganan perkara tersebut, serta melakukan pemufakatan jahat terkait produksi dan distribusi konten negatif .
Dalam konferensi pers di Gedung Kejagung, dilaporkan bahwa tindakan ini merupakan bagian dari strategi digital kotor yang mengancam demokrasi dan independensi lembaga penegak hukum.
Tersangka TB disebut sebagai pengarah pembuatan konten, sementara MS dan JS sebagai penyedia narasi, dan MAM sebagai eksekutor yang mengorganisir dan membayar buzzer .
Sebanyak 150 buzzer dikelompokkan dalam lima tim untuk memaksimalkan penyebaran dan engagement narasi negatif. Model ini disebut sebagai skema influencer terstruktur .
Pengungkapan kasus ini merupakan hasil koordinasi antara Jampidsus dan Tim Penerangan Hukum Kejagung, yang bertujuan memberi sinyal jelas kepada pihak-pihak yang mencoba mengintervensi proses hukum lewat ruang digital .
Kejagung berjanji akan terus membongkar aliran dana, komunikasi, dan pelaku lainnya yang terlibat dalam operasi siber tersebut, termasuk penelusuran sumber pendanaan lebih lanjut .
Salah satu perhatian adalah aliran dana melalui staf kantor hukum dan kurir, yang bisa menjadi pintu masuk untuk mendeteksi aktor intelektual lainnya .
Langkah ini juga diharapkan memberikan efek jera bagi para buzzer dan pemodal yang memanfaatkan ruang maya untuk merongrong integritas aparat hukum.
Pakar hukum menyebut operasi semacam ini bukan semata urusan percakapan online, tetapi bagian dari upaya sistematis untuk melemahkan institusi dan merusak kepercayaan publik.
Reaksi tokoh masyarakat dan aktivis antikorupsi muncul mendukung tindakan Kejagung, menekankan pentingnya penegakan hukum yang adil tanpa gangguan digital.
Beberapa pengamat politik turut menyoroti bahwa upaya serupa bisa saja terjadi pada kasus lain, sehingga butuh regulasi dan literasi digital yang lebih kuat.
Penggunaan buzzer dibayar juga memicu pertanyaan tentang transparansi pendanaan politik dan aktivitas digital yang memengaruhi opini publik secara terselubung.
Lembaga pengawas media merekomendasikan audit independen terhadap penggunaan influencer dan buzzer dalam kampanye daring untuk isu-isu publik.
Disisi lain, peristiwa ini menyadarkan masyarakat akan pentingnya literasi media dan kemampuan menilai informasi secara kritis.
Kasus MAM dan tim Cyber Army menjadi contoh nyata bagaimana teknologi dan uang bisa digunakan untuk mempengaruhi opini, bukan untuk memberdayakan publik.
Kejagung menyatakan kesiapannya untuk menyita seluruh aset yang terkait hasil pendanaan operasional ini demi mendukung proses hukum selanjutnya.
Dalam beberapa minggu ke depan, Kejagung akan memanggil saksi-saksi kunci: staf kantor hukum, para buzzer, dan pihak lain yang terkait untuk memastikan seluruh rangkaian skema terungkap.
Kejagung juga memastikan tidak ada pihak yang kebal hukum, siapapun yang terbukti ikut campur dalam perintangan proses hukum akan diproses sesuai aturan.
Operasi ini juga dianggap sebagai upaya menjaga marwah penegakan hukum dalam era digital yang kerap rawan penyimpangan.
Seluruh publik diimbau agar tetap kritis dan berhati-hati dalam mengonsumsi konten daring, serta turut mengawasi aktivitas online yang mengandung unsur manipulasi.
Selanjutnya, Kejagung akan menjalin kerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk memperkuat regulasi terhadap komentar berbayar dan disinformasi.
Beberapa rencana ke depan mencakup kampanye edukasi publik dan sosialisasi regulasi UU ITE agar masyarakat tidak mudah terpapar narasi palsu yang terstruktur.
Langkah hukum dan edukasi diharapkan mampu mendorong pemulihan kepercayaan publik terhadap institusi hukum, serta mencegah praktik serupa terulang.
Kejagung menegaskan bahwa proses hukum akan terus berlangsung tanpa pandang bulu, menunggu keputusan pengadilan yang independen dan transparan.
Perlu ada penguatan regulasi terkait aktivitas buzzer di media sosial agar tidak disalahgunakan untuk mencederai proses hukum.
Literasi digital secara nasional harus ditingkatkan agar masyarakat dapat mengenali dan memfilter konten terstruktur yang menyesatkan.
Kejagung dan penegak hukum lain sebaiknya menjalin kerja sama resmi dengan platform media sosial untuk memantau dan menindak akun tuna-suara.
Pelaku yang mendanai dan mengorganisir operasi digital kotor harus dikenai hukuman berat untuk menciptakan efek jera.
Massa publik harus diimbau untuk aktif melapor bila menemukan akun atau konten berbayar yang merugikan pelaksanaan hukum.
Kasus ini menunjukkan bahwa intervensi digital terhadap proses hukum nyata terjadi dan melibatkan dana signifikan dan pengorganisasian profesional.
Kejagung telah berhasil menelusuri jejak dana dan struktur jaringan buzzer, memetakan peran pelaku dari penyedia narasi hingga eksekutor digital.
Penahanan MAM dan penetapan tiga tersangka lain menjadi langkah konkret penegakan hukum terhadap perintangan digital.
Publik kini lebih sadar akan ancaman disinformasi terstruktur, dan pentingnya ketahanan institusi hukum di era digital.
Mekanisme hukum dan edukasi digital harus berjalan beriringan untuk melindungi integritas negara dan demokrasi digital.
(*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v