Jakarta EKOIN.CO – Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, mengumumkan bahwa hingga September 2025 telah terbentuk 7.475 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang aktif melayani lebih dari 25 juta penerima manfaat. Capaian ini disebut berlangsung hanya dalam kurun delapan bulan dan seluruhnya dibangun melalui kemitraan masyarakat tanpa menggunakan dana negara. Gabung WA Channel EKOIN
SPPG dorong ketahanan gizi nasional
Dadan menjelaskan, jumlah SPPG yang ada setara dengan melayani populasi sebesar Australia atau hampir menyamai total penduduk empat negara Skandinavia. Menurutnya, keberhasilan ini masih 25 persen dari target, namun di tingkat global sudah terbilang signifikan.
“Kalau di New Zealand ini kita sudah memberi makan 5,2 juta ditambah 20 juta domba,” ujarnya di Kantor Bappenas, Jakarta Pusat, Senin (8/9/2025).
Ia menegaskan, program gizi ini sepenuhnya lahir dari partisipasi masyarakat. “Belum satu rupiah pun yang dibiayai oleh negara. Jadi satu rupiah yang dikeluarkan oleh Badan Gizi itu sudah bisa men-trigger 5 rupiah dana masyarakat,” jelas Dadan.
Selain 7.475 SPPG yang beroperasi, kini ada hampir 11 ribu SPPG dalam tahap verifikasi serta 10 ribu yang baru mendaftar. Secara total, terdapat 29 ribu calon SPPG yang siap bermitra dengan BGN.
Dadan menambahkan, sistem SPPG memiliki ciri khas unik. Lokasi setiap titik layanan tercatat akurat melalui Google Maps berkat kewajiban pendaftaran berbasis geolokasi. Hal ini menjamin keberadaan SPPG tidak tumpang tindih dan benar-benar bisa diakses masyarakat.
SPPG dan dampak ekonomi luas
Tak hanya soal ketahanan gizi, keberadaan SPPG disebut membawa dampak ekonomi yang luas. Satu unit SPPG mampu menyerap tenaga kerja hingga 50 orang, menggandeng 15 pemasok, dan mendorong petani lokal untuk memenuhi kebutuhan pangan.
“Kalau kita butuh pisang, maka butuh 3 ribu pisang sekali makan. Itu identik dengan 15 pohon pisang. Jadi dalam satu tahun, butuh kurang lebih 1.440 pohon pisang. Belum lagi sapi, belum lagi telur ayam dan lain-lain. Ini kebutuhan yang cukup besar sehingga dampak ekonominya luar biasa,” tutur Dadan.
Ia menekankan, seluruh penyediaan pangan dalam SPPG wajib memperhatikan aspek kehalalan. Hal ini dipandang penting karena Indonesia merupakan negara dengan mayoritas muslim. Jika penerima manfaat muslim, maka sertifikat halal menjadi keharusan.
Contohnya di Halmahera Barat, tenaga SPPG bahkan diminta memiliki sertifikat halal agar masyarakat lebih tenang dan yakin terhadap layanan pangan yang diterima.
Ke depan, BGN menargetkan 25 ribu SPPG hadir di kawasan aglomerasi serta minimal 6 ribu di wilayah 3T. Target tersebut diproyeksikan mampu melayani 82,9 juta penerima manfaat pada tahun 2025.
Dadan menutup dengan menegaskan bahwa makan bergizi merupakan investasi penting bagi pembangunan SDM Indonesia menuju 2045 sekaligus menjadi penggerak roda ekonomi nasional yang nyata.
Capaian 7.475 SPPG menunjukkan potensi besar masyarakat dalam mendukung ketahanan gizi tanpa ketergantungan dana negara.
SPPG juga memberi kontribusi signifikan pada peningkatan kualitas SDM sekaligus memperkuat kemandirian pangan.
Partisipasi masyarakat membuat program gizi lebih berkelanjutan dan akurat dalam pelaksanaannya.
Fokus pada kehalalan memperkuat keyakinan penerima manfaat, khususnya di wilayah mayoritas muslim.
Jika target 25 ribu SPPG tercapai, maka ketahanan gizi nasional akan semakin kokoh.
Pemerintah perlu memperluas pendampingan agar calon SPPG segera lolos verifikasi.
Kolaborasi dengan petani lokal harus ditingkatkan untuk menjaga suplai pangan stabil.
Edukasi pentingnya gizi seimbang perlu diperluas hingga tingkat keluarga.
Sertifikasi halal bagi pangan dan tenaga SPPG harus dipastikan konsisten.
Pendanaan berbasis kemitraan bisa diperluas untuk mempercepat pemerataan layanan gizi.
(*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v