Jakarta, EKOIN.CO – Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat menerima penyerahan tersangka dan barang bukti (Tahap II) dalam perkara tindak pidana korupsi terkait kegiatan importasi gula di Kementerian Perdagangan tahun 2015 hingga 2016. Dua tersangka dalam kasus ini, Thomas Trikasih Lembong dan Charles Sitorus, diserahkan oleh penyidik untuk segera menjalani proses hukum lebih lanjut (14/02/2025).
Dalam kasus ini, Thomas Trikasih Lembong diduga menerbitkan surat Pengakuan Impor/Persetujuan Impor Gula Kristal Mentah (GKM) kepada sembilan perusahaan gula swasta tanpa didasarkan pada Rapat Koordinasi antar Kementerian serta tanpa rekomendasi dari Kementerian Perindustrian. Ia juga memberikan pengakuan sebagai Importir Produsen Gula Kristal Mentah (GKM) kepada perusahaan-perusahaan yang seharusnya tidak berhak mengolah GKM menjadi Gula Kristal Putih (GKP), karena perusahaan tersebut merupakan pabrik gula rafinasi.
Menurut hasil audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) RI, tindakan tersebut mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp578 miliar, di mana Rp515 miliar di antaranya berkaitan langsung dengan kebijakan yang dikeluarkan oleh Thomas Trikasih Lembong saat menjabat sebagai Menteri Perdagangan RI pada periode 12 Agustus 2015 hingga 27 Juli 2016.
Tersangka Charles Sitorus diduga memiliki peran dalam mengatur harga jual gula dari produsen kepada PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PT PPI) serta harga jual dari PT PPI kepada distributor di atas Harga Patokan Petani (HPP). Hal ini dilakukan setelah adanya kesepakatan dengan para direktur sembilan perusahaan gula swasta.
“Kasus ini bermula ketika importasi gula dilakukan secara melawan hukum, yang berujung pada keuntungan bagi pihak-pihak tertentu dan merugikan keuangan negara secara signifikan,” ujar salah satu penyidik Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat.
Selain itu, dalam rangka mendukung pembuktian kasus ini, Kejaksaan menghadirkan sejumlah saksi yang memberikan keterangan dalam persidangan. Salah satunya adalah Nono Budi Priyono, staf Direktur Operasi PT Timah, yang mengungkap bahwa sejak 13 September 2018 telah terjadi kesepakatan harga dalam kerja sama smelter senilai $3.700 – $4.000, yang kemudian diteken sehari setelahnya.
Saksi lainnya, Kopdi Kardi Saragih, yang pernah menjabat sebagai Wakil Kepala Divisi Metalurgi PT Timah di Muntok pada 2017-2019, menjelaskan kapasitas maksimal pabrik peleburan di Muntok mencapai 48.000 ton per tahun, dengan biaya peleburan ideal sebesar $1.000 – $1.200. Ia juga menambahkan bahwa pada 2019, produksi timah mencapai 68.000 ton.
Sementara itu, Nurcholis, karyawan PT Timah yang bertugas sebagai intelijen perusahaan, menyatakan bahwa metode jemput bola dalam proyek-proyek penambangan ilegal sempat diterapkan dengan membayar Rp60.000 per karung hasil timah kepada masyarakat. Hal ini kemudian dievaluasi dan diatur dalam Instruksi 030 Tahun 2018 untuk meningkatkan produksi timah secara signifikan.
Dalam perkara ini, Thomas Trikasih Lembong dan Charles Sitorus dikenakan pasal berlapis, yaitu Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kedua tersangka kini menjalani penahanan selama 20 hari ke depan. Thomas Trikasih Lembong ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, sedangkan Charles Sitorus ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung RI. Kejaksaan menegaskan bahwa proses hukum akan terus berjalan untuk menuntaskan kasus yang telah merugikan negara ini. (*)