Jakarta, Rabu, 12 Februari 2025, EKOIN.CO – Sidang kasus dugaan pencucian emas dan lebur cap yang melibatkan enam terdakwa, termasuk James Tambonawas dan Lindawati Effendi, digelar di Ruang Sidang Prof. Dr. HM. Hatta Ali SH.MH di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Sidang yang dimulai pukul 11:09 dan berakhir pukul 14:34 ini dipimpin oleh Ketua Hakim Agam Syarif Baharudin, dengan anggota hakim Sri Hartati dan Diasinta. Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) terdiri dari Yugo, Ery, dan Syakuri. Sidang kali ini menghadirkan tiga saksi kunci yang memberikan keterangan terkait transaksi mencurigakan di PT Antam.
Saksi pertama, Sigit, yang menjabat sebagai Sekretaris Dewan Komisaris PT Antam sejak 2016 hingga 2024, menyatakan bahwa tugasnya adalah membantu dewan komisaris dalam menjalankan tugas-tugasnya. Sigit menjelaskan bahwa berdasarkan hasil pengecekan dokumen dari tahun 2010 hingga 2024, tidak ada permohonan persetujuan dari direksi ke dewan komisaris terkait kegiatan pencucian emas, lebur cap, dan pemurnian. “Setiap bulan ada rapat dewan komisaris untuk mengevaluasi pencapaian RKAP (Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan) manajemen. Untuk transaksi di atas Rp75 miliar, direksi harus meminta izin kepada dewan komisaris,” ujar Sigit.
Saksi kedua, Andaru, yang menjabat sebagai Accounting Manager PT Antam dari 2010 hingga 2021 dan kini menjadi Head Manager, memberikan keterangan bahwa aplikasi e-Mas dirilis pada Oktober 2010 untuk mencatat aktivitas emas, mulai dari yang masuk hingga keluar. Andaru mengungkapkan bahwa dari tahun 2010 hingga 2021, terdakwa melakukan kegiatan pencucian emas, lebur cap, dan pemurnian. “Berdasarkan rekapitulasi yang saya buat pada 18 September 2024, halaman 12, terkait lebur cap, PT Antam menerima 600 ton emas dengan total pendapatan Rp120 miliar dari tahun 2010 hingga 2017. Sementara itu, di halaman 17, terkait emas cucian, PT Antam menerima 23 ton dengan total pendapatan Rp29 miliar dari tahun 2010 hingga 2021,” jelas Andaru.
Andaru juga menyebutkan bahwa terdakwa Lindawati Effendi terlibat dalam transaksi emas cucian sebanyak 318,66 kg dengan pendapatan Rp120 juta, serta tambahan Rp103 juta dari lebur cap sebanyak 23.000 kg dengan total pendapatan Rp41 miliar. Namun, keterangan Andaru dipending karena masih ada data yang perlu dikonfirmasi kebenarannya.
Saksi ketiga, Diana, yang bekerja di PT Antam sejak 2006 dan kini menjabat sebagai Head of GCG (Good Corporate Governance), menyatakan bahwa Putusan Direksi No. 166 tahun 2010 tentang Pedoman Kebijakan tidak menjelaskan secara rinci tentang lebur cap. “UBPP Logam Mulia tidak pernah mengecek SOP (Standar Operasional Prosedur) peleburan, tetapi mengecek SOP LBMA (London Bullion Market Association). SOP PT Antam dan Logam Mulia berbeda sebelum tahun 2022. Yang paling bertanggung jawab dalam SOP adalah General Manager,” ujar Diana. Diana juga menambahkan bahwa jika ada sumber tambang ilegal, PT Antam akan mengeluarkan press release.
Sidang ini mengungkap sejumlah fakta penting terkait transaksi mencurigakan yang melibatkan PT Antam. Keterangan saksi-saksi tersebut menjadi bahan pertimbangan hakim dalam memutuskan kasus ini. Sidang akan dilanjutkan pada hari Jum’at tanggal jumat 14 Februari 2025 dengan agenda keterangan saksi. (*)