Jakarta, EKOIN.CO – Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, pada Rabu 22 Januari 2025—Sidang dugaan korupsi PT Timah kembali digelar dengan agenda mendengarkan keterangan saksi-saksi. Sidang berlangsung dari pukul 11.22 hingga 16.40 di Ruang Sidang Prof. Dr. HM Hatta Ali, SH, MH, dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Fajar Kusuma bersama dua hakim anggota, Aryo dan Sukartono. Jaksa Penuntut Umum Yoga dan tim menghadirkan enam saksi, yaitu Nono Budi Priyono, Kopdi Kardi Saragih, Nurcholis, Muhammad Sahudi, Enjang Rodiyah, dan Sumadi SE.
Tiga terdakwa dalam kasus ini adalah Bambang Gatot Ariyono, Alwin Albar, dan Supianto. Dalam persidangan, Nono Budi Priyono, Kepala Bidang Pengolahan PT Timah, menjelaskan metode “jemput bola” yang digunakan perusahaan. Ia menyebut, “Kami mendatangi proyek-proyek penambangan timah milik masyarakat dan mitra kecil untuk bekerja sama, baik yang memiliki izin maupun yang tidak. Hasil timah kemudian dibeli PT Timah dengan harga Rp60.000 per karung.”
Program tersebut, menurut Nono, awalnya tidak efektif pada 2017 karena hanya menghasilkan 3,5 ton timah. Namun, setelah evaluasi, dikeluarkan Instruksi 030 pada 2018, yang meningkatkan produksi timah secara signifikan. “Dalam satu hari, kami mampu memproduksi beberapa ton timah. Ini merupakan hasil dari peningkatan kerja sama dengan tambang-tambang kecil,” lanjutnya.
Keterangan berikutnya disampaikan Kopdi Kardi Saragih, mantan Kepala Divisi Peleburan PT Timah periode 2017–2019. Ia menjelaskan kapasitas pabrik di Muntok, yang maksimal mencapai 48.000 ton per tahun dengan biaya peleburan sebesar $1.000 hingga $1.200. “Produksi pada 2019 meningkat menjadi 68.000 ton akibat banyaknya tambang ilegal, yang mencapai lebih dari 100 titik. Tiap titik memiliki lebih dari 100 pekerja,” ungkap Kopdi.
Saksi lainnya, Nurcholis, intelijen usaha PT Timah, turut menyatakan bahwa ia hanya mengenal terdakwa Alwin Albar sebagai atasan. Hal serupa juga disampaikan oleh Muhammad Sahudi, Kepala Bidang Pengamanan Kapal Keruk dan Kapal Logistik, Enjang Rodiyah, Kepala Bidang Pengamanan Lokasi Darat, serta Sumadi SE dari Divisi Pengamanan BK Administrasi. Ketiganya mengaku tidak mengenal terdakwa Bambang Gatot Ariyono dan Supianto.
Jaksa Penuntut Umum Yoga menyoroti fakta-fakta ini sebagai bagian dari upaya untuk mengungkap keterlibatan para terdakwa. “Kami sedang menggali lebih dalam bagaimana instruksi dan kebijakan tersebut dikelola, serta dampaknya terhadap kerugian negara,” ujarnya.
Persidangan akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda mendengarkan keterangan tambahan dari saksi dan bukti-bukti lainnya. Kasus ini menjadi perhatian publik karena melibatkan produksi timah nasional dan keberadaan tambang-tambang ilegal yang marak di Bangka Belitung.
Ketua Majelis Hakim Fajar Kusuma memimpin jalannya persidangan, didampingi oleh hakim anggota Aryo dan Sukartono. Tiga terdakwa, yaitu Bambang Gatot Ariyono, Alwin Albar, dan Supianto, hadir dalam sidang yang menghadirkan enam saksi. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Yoga dan timnya berperan aktif dalam proses persidangan.
Profil Saksi
1. Nono Budi Priyono
Nono Budi Priyono, pria kelahiran Majalengka, merupakan Warga Negara Indonesia (WNI) beragama Islam yang berdomisili di Nangnung, Sungai Liat, Bangka Belitung. Ia bekerja sebagai Staf Direktur Operasi PT Timah dan mengenal Alwin Albar sebagai atasannya. Namun, Nono tidak mengenal Bambang Gatot Ariyono maupun Supianto.
2. Kopdi Kardi Saragih
Kopdi Kardi Saragih lahir di Bandar Bayu. Ia adalah WNI yang tinggal di Jalan Anggrek 4, Pangkal Pinang, Bangka Belitung, dan beragama Kristen Protestan. Kopdi menjabat sebagai Wakil Kepala Divisi Metalurgi PT Timah di Muntok pada tahun 2017 hingga 2019. Sama seperti Nono, Kopdi mengenal Alwin Albar sebagai atasannya, namun tidak mengenal kedua terdakwa lainnya.
3. Nurcholis
Nurcholis, pria kelahiran Cinta Manis Baru, Musi Banyuasin, Palembang, adalah WNI yang berdomisili di Kabupaten Muntok, Bangka Belitung. Ia bekerja sebagai Intelijen Perusahaan PT Timah dan beragama Islam. Nurcholis juga mengenal Alwin Albar, tetapi tidak mengenal Bambang Gatot Ariyono dan Supianto.
4. Muhamad Sahudi
Muhamad Sahudi, pria kelahiran Malang, tinggal di Jalan H. Bakir Jirambah, Kota Pangkal Pinang, Bangka Belitung, dan beragama Islam. Ia menjabat sebagai Kepala Bidang Kapal Keruk PT Timah. Sahudi mengenal Alwin Albar, namun tidak mengenal Bambang Gatot Ariyono dan Supianto.
5. Enjang Rodiyah
Enjang Rodiyah lahir di Garut dan tinggal di Perum BCI, Desa Kicahuripan, Bogor. Ia adalah Kepala Bidang Pengamanan Produksi Darat PT Timah dan beragama Islam. Sama seperti saksi lainnya, Enjang mengenal Alwin Albar sebagai atasan, tetapi tidak mengenal kedua terdakwa lainnya.
6. Sumadi S.E.
Sumadi, kelahiran Jakarta, tinggal di Gang Kiruntak, Kelurahan Kelapa Dua, Kebun Jeruk, Jakarta. Ia bekerja di Divisi Pengamanan PT Timah dan mengenal Alwin Albar, namun tidak mengenal Bambang Gatot Ariyono serta Supianto.
Keterangan Saksi
Saksi Nono Budi Priyono mengungkapkan bahwa PT Timah menggunakan metode jemput bola dengan cara mendatangi proyek penambangan milik masyarakat, termasuk yang tidak memiliki izin. “PT Timah membayar Rp60.000 per karung untuk hasil timah yang diambil,” ungkapnya.
Pada tahun 2017, metode ini dinilai kurang efektif karena hanya menghasilkan 3,5 ton timah. Setelah dievaluasi, diterbitkan Instruksi 030 pada tahun 2018 untuk meningkatkan hasil produksi. Hasilnya, PT Timah berhasil mencapai produksi yang signifikan dengan tonase lebih tinggi dalam satu hari.
Saksi juga menyebutkan bahwa pada 13 September 2018 telah ada kesepakatan harga kerja sama dengan smelter sebesar $3.700 hingga $4.000 per ton, yang kemudian ditandatangani pada 14 September 2018.
Sementara itu, Kopdi Kardi Saragih menjelaskan kapasitas pabrik peleburan bijih timah di Muntok yang mencapai 48.000 ton per tahun. “Biaya peleburan berkisar $1.000 hingga $1.500 per ton, dengan cash cost ideal antara $1.000 hingga $1.200,” jelasnya. Pada tahun 2019, produksi meningkat hingga 68.000 ton, melampaui kapasitas ideal.
Prosedur Operasional Standar dan Pengamanan Aset
Persidangan juga menyinggung beberapa dokumen penting, seperti SOP 02 tentang SHP, SOP 05 mengenai kegiatan pemborongan, serta Instruksi 030 terkait pengamanan aset. Dokumen-dokumen ini menjadi fokus untuk mengkaji potensi pelanggaran yang dilakukan terdakwa.
Sidang akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda pemeriksaan bukti-bukti tambahan. Perkara ini diharapkan dapat menjadi titik awal reformasi tata kelola di sektor tambang, khususnya PT Timah.(*)