Jakarta, EKOIN.CO – Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kembali menggelar sidang kasus dengan terdakwa Heru Hanindyo, Erintuah Damanik, dan Mangapul pada Selasa, 4 Februari 2025. Dalam persidangan ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan empat saksi kunci, yaitu Hutomo Septian, Dimas Alfaruq, Indira Malik, dan Meidi Angga. Sidang yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Prof. Dr. Kusumahatmaja ini mengungkapkan bukti baru berupa percakapan chat antara Lisa Rahmat dan salah satu saksi.
Bukti Chat Lisa Rahmat Ditampilkan di Persidangan
Dalam sidang ini, JPU menampilkan bukti percakapan antara Lisa Rahmat—ibu dari Hutomo Septian yang juga merupakan penasihat hukum terdakwa Ronald Tanur—dengan salah satu saksi. Isi percakapan tersebut mengindikasikan adanya dugaan gratifikasi yang diberikan oleh Lisa Rahmat kepada keluarga korban MD Dini untuk mencapai kesepakatan damai dalam kasus Ronald Tanur.
Dalam percakapan tersebut, Lisa Rahmat menawarkan uang sebesar Rp 800 juta kepada keluarga korban sebagai bentuk kompensasi agar kasus tidak berlanjut ke persidangan. Namun, pihak keluarga korban menolak tawaran tersebut. Bukti ini diperkuat dengan keterangan Dimas Alfaruq, penasihat hukum korban, yang menyatakan bahwa keluarga korban menolak suap tersebut karena menganggapnya sebagai upaya untuk menutupi keadilan bagi MD Dini.
“Keluarga korban merasa bahwa uang Rp 800 juta itu bukanlah solusi. Mereka menginginkan keadilan atas kematian Dini, bukan sekadar ganti rugi materi,” ujar Dimas dalam kesaksiannya.
Kesaksian Hutomo Septian: Anak Lisa Rahmat dan Penasihat Ronald Tanur
Hutomo Septian, yang juga merupakan penasihat hukum Ronald Tanur, dihadirkan sebagai saksi dalam sidang ini. Ia mengakui bahwa ia pernah menandatangani beberapa dokumen transaksi penukaran valuta asing, namun membantah keterlibatan lebih dalam terkait dugaan suap. “Saya hanya menandatangani dokumen tersebut sebanyak tiga kali, saya tidak tahu jumlah pastinya atau detail lain terkait transaksi itu,” jelas Hutomo.
Ketika ditanya mengenai bukti chat Lisa Rahmat yang ditampilkan di persidangan, Hutomo mengaku tidak mengetahui secara pasti apakah ibunya benar-benar menawarkan uang Rp 800 juta kepada keluarga korban. “Saya tidak tahu secara detail soal komunikasi itu, tetapi kalau memang ada, saya tidak terlibat di dalamnya,” tambahnya.
Dimas Alfaruq: Tawaran Damai Ditolak Keluarga Korban
Dimas Alfaruq, yang juga penasihat hukum keluarga korban, memberikan kesaksian bahwa keluarga korban MD Dini memang pernah ditawari sejumlah uang agar kasus ini tidak diperpanjang. “Lisa Rahmat menawarkan Rp 800 juta, tapi keluarga korban dengan tegas menolaknya. Mereka ingin keadilan ditegakkan,” jelas Dimas.
Ia juga menegaskan bahwa selain dugaan suap tersebut, ada kejanggalan dalam laporan medis yang menyebutkan bahwa MD Dini meninggal karena sakit lambung, sementara bukti lain menunjukkan tanda-tanda kekerasan. “Ada luka lebam di tubuh korban. Ini yang menjadi dasar keluarga menolak tawaran damai,” ujarnya.
Kesimpulan Sidang dan Fakta yang Terungkap
Sidang kali ini mengungkap fakta baru terkait dugaan gratifikasi dalam kasus ini. Dengan ditampilkannya bukti percakapan Lisa Rahmat yang menawarkan uang Rp 800 juta kepada keluarga korban, dugaan adanya upaya intervensi hukum semakin menguat.
JPU menegaskan bahwa bukti percakapan ini akan menjadi salah satu dasar untuk memperdalam penyelidikan terhadap adanya upaya suap dalam kasus ini. Sidang akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi tambahan dan penyajian bukti lebih lanjut. (*)