Korea Selatan, EKOIN.CO – Kebakaran hutan yang melanda wilayah tenggara Korea Selatan telah menewaskan sedikitnya 26 orang, menjadikannya bencana kebakaran hutan terburuk Sepanjang sejarah negara ini.
Api pertama kali muncul di wilayah Uiseong pada Jumat, 21 Maret 2025, dan dengan cepat menyebar ke arah timur, hampir mencapai pesisir akibat embusan angin kencang dan kondisi kering yang memperburuk situasi. Hingga Kamis, 27 Maret 2025, lebih dari 33.000 hektare hutan telah terbakar atau masih dalam kepungan api, melampaui rekor sebelumnya sebesar 24.000 hektare pada Maret 2000.
Kebakaran ini tidak hanya menyebabkan korban jiwa, tetapi juga menghancurkan situs-situs bersejarah. Salah satunya adalah Kuil Gounsa yang didirikan pada tahun 681, yang mengalami kerusakan parah akibat kobaran api. Selain itu, desa warisan UNESCO seperti Desa Rakyat Hahoe terancam oleh penyebaran api yang cepat.
Dalam upaya memadamkan api, lebih dari 120 helikopter telah dikerahkan di tiga wilayah utama yang terdampak. Militer juga telah mengalokasikan bahan bakar penerbangan guna memastikan helikopter pemadam dapat terus beroperasi. Namun, upaya pemadaman menghadapi tantangan besar akibat angin kencang dan kondisi kering yang terus berlanjut.
Badan Meteorologi Korea memperkirakan hujan ringan di bagian barat daya negara itu. Namun, curah hujan yang diprediksi kurang dari lima milimeter dinilai tidak akan berdampak signifikan terhadap upaya pemadaman. Menteri Layanan Kehutanan Korea, Lim Sang-seop, menyatakan dalam konferensi pers, “Jumlah curah hujan yang diperkirakan terlalu kecil untuk memberikan bantuan berarti dalam upaya memadamkan api.”
Para ahli menyebut kebakaran di Uiseong meluas dengan cara yang sangat tidak biasa, baik dalam skala maupun kecepatannya. Perubahan iklim yang semakin ekstrem diprediksi akan meningkatkan frekuensi serta intensitas kebakaran hutan secara global. Menurut laporan kelompok ilmiah independen Climate Central, peningkatan suhu akibat perubahan iklim buatan manusia memperparah kondisi kering musiman, mengubah lanskap menjadi bahan bakar yang mudah terbakar, serta menciptakan ancaman kebakaran yang lebih besar di berbagai belahan dunia. (*)