Jakarta, EKOIN.CO – Angka kelahiran rendah menjadi problem di banyak negara seperti Jepang, Korea Selatan, hingga Amerika Serikat. Misalnya di AS, angka kelahiran Negeri Paman Sam itu berada di titik terendah 1,7 kelahiran per wanita. Itu berada di bawah angka ideal total fertility rate (TFR) 2,1, untuk mempertahankan kestabilan populasi.
Faktor utamanya adalah semakin banyak generasi muda, baik dari generasi milenial atau Gen Z, yang enggan untuk menikah atau memiliki anak. Peneliti dari Manhattan Institute dan Institute for Family Studies, Robert VerBruggen berpendapat ini mungkin terjadi karena anggapan hidup single atau lajang lebih menarik bagi generasi muda.
Selama ini, pernikahan dianggap sebagai asuransi bagi wanita karena mereka bergantung pada pria untuk mendapat penghasilan dan stabilitas. Pemahaman itu mulai memudar dan kini wanita bisa memenuhi kebutuhan mereka sendiri.
Hal ini juga tak lepas dengan faktor ekonomi. Menikah dan memiliki anak dianggap salah satu hambatan ekonomi yang besar. dilansir detik.com .
“Wanita bisa jauh lebih stabil secara finansial jika sendiri daripada sebelumnya. Bahkan di antara pasangan yang sudah menikah, pengorbanan terkait memiliki anak berubah ketika kedua pasangan memiliki peluang kerja yang baik,” ucap Robert dikutip dari Newsweek, Senin (14/4/2025).
Robert berpendapat meningkatnya standar hidup dan teknologi baru membuat kehidupan lajang terlihat lebih menarik. Banyak orang yang memandang kehidupan lajang sebagai lambang kebebasan.
Ia menyebut ini juga didorong oleh penetrasi kultur pop dari media yang menggambarkan kehidupan lajang sebagai hal yang glamor dan menyenangkan. Ini membuat anak muda mungkin berpikir untuk apa mengorbankan hal-hal tersebut demi pernikahan dan anak.
“Karena pernikahan kini cenderung terjadi di usia yang lebih tua, budaya kita telah mengglorifikasi kehidupan lajang dan menjadikannya hal yang biasa bagi seseorang untuk tetap melajang lebih lama,” sambungnya.
Meski teknologi dan media sosial memberi gambaran yang lebih luas tentang dunia, ini juga menutup manusia dari banyak hal di dunia nyata. Banyak peneliti setuju bahwa teknologi dan media sosial memainkan peran penting dalam upaya orang-orang untuk menjalin hubungan di dunia modern.
Robert berpendapat media sosial dan teknologi telah merusak kehidupan sosial kaum muda karena perubahan cara interaksi.
“Beberapa dampak yang paling jelas terlihat di dunia kencan, terjadi pergeseran sangat besar ke arah mencari pasangan secara online. Itu dapat membantu orang menemukan pasangan lebih baik dari pilihan yang banyak, tetapi itu juga bisa membuat mereka sinis tentang pilihan yang tampaknya tak ada habisnya. Itu tidak baik untuk hubungan,” tandasnya.