Jakarta, EKOIN.CO – Provinsi Kepulauan Bangka Belitung menjadi sorotan terkait dugaan kerugian negara sebesar Rp 300 triliun akibat korupsi tata kelola timah. Guru Besar di bidang perlindungan hutan dari IPB University, Bambang Hero Saharjo, mengungkapkan bahwa angka tersebut belum mencakup kerusakan ekosistem laut di wilayah tersebut.
Dalam wawancara dengan Tempo pada Kamis, 16 Januari 2025, Bambang menyatakan bahwa kerugian ekonomi dan ekologi yang telah dihitung saat ini hanya mencakup daratan. “Datanya (kerugian di laut) sebagian sudah ada, tinggal nanti bagaimana penyidiknya,” ujarnya. Ia juga menjelaskan, kedalaman laut di sekitar kepulauan itu mencapai 40 meter, yang memerlukan penelitian lanjutan untuk menghitung dampak pencemaran dan kerusakan lingkungan perairan.
Metode dan Temuan Penelitian
Bambang menambahkan bahwa rekonstruksi nilai kerugian menggunakan teknologi pemindaian satelit dan analisis laboratorium. Menurutnya, temuan lapangan mengungkapkan adanya praktik tambang ilegal di kawasan hutan yang terhubung dengan lubang tambang resmi di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP). “Kami merujuk pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 7 tahun 2014 tentang Kerugian Lingkungan Hidup,” jelasnya.
Berdasarkan data yang dihimpun, korupsi tata kelola timah di wilayah IUP PT Timah Tbk. pada 2015-2022 menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 300.003.263.938.131,14. Beberapa modus yang ditemukan mencakup manipulasi data hasil tambang yang jauh lebih tinggi dari karakter lubang tambang, hingga aktivitas di kawasan hutan yang tidak dilaporkan.
Kerugian Ekologi dan Pemulihan Lingkungan
Bambang juga menjelaskan bahwa kerugian ekologi meliputi rusaknya keanekaragaman hayati, penurunan kapasitas tanah dan hutan dalam menampung air, serta hilangnya nilai ekonomi yang signifikan. “Masing-masing komponen ada nilainya, parameternya ada semua,” ungkapnya.
Proses penghitungan ini dilakukan bersama penyidik dari Kejaksaan Agung untuk memastikan data yang dihasilkan akurat dan dapat digunakan dalam persidangan. Keputusan hakim yang mencantumkan hitungan kerugian Rp 300 triliun dalam putusan untuk para terdakwa kasus korupsi timah menunjukkan bahwa kalkulasi ini telah berdasarkan metode ilmiah dan regulasi yang jelas.
Dampak Jangka Panjang dan Tantangan Pemulihan
Bambang Hero juga menekankan bahwa nilai kerugian yang dihitung tidak hanya menggambarkan angka, tetapi juga dampak jangka panjang terhadap keberlanjutan lingkungan dan ekonomi daerah. Menurutnya, kerusakan lingkungan membutuhkan biaya pemulihan yang sangat besar, dan itu menjadi beban tambahan bagi negara. “Pemulihan lingkungan akibat tambang liar ini tidak hanya soal biaya, tetapi juga soal waktu dan komitmen. Ada banyak keanekaragaman hayati yang sudah tidak tergantikan,” tegasnya.
Dia menambahkan bahwa kehadiran hukum yang kuat menjadi kunci untuk menekan praktik korupsi yang serupa di masa mendatang. Dengan bukti-bukti yang kuat, proses penyidikan dan pengadilan diharapkan dapat menjadi pelajaran bagi para pelaku lain di sektor tambang.
Keterlibatan Kejaksaan Agung dalam Penanganan Kasus
Penyidik dari Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus turut serta dalam pemeriksaan langsung di lokasi tambang bersama dengan Bambang Hero dan tim. Investigasi yang mendalam ini menunjukkan bahwa praktik ilegal di sektor tambang timah tidak hanya merugikan negara, tetapi juga memengaruhi kehidupan masyarakat di sekitar lokasi tambang.
“Ini tidak hanya soal angka Rp 300 triliun. Ini adalah upaya untuk membangun kesadaran bahwa korupsi berdampak luas, baik secara sosial, lingkungan, maupun ekonomi,” tambah Bambang Hero.
Dalam sidang terkait kasus ini, hakim mencantumkan hasil penghitungan kerugian negara sebagai salah satu dasar dalam memutus perkara. Hal ini mempertegas bahwa perhitungan tersebut valid dan berbasis pada regulasi yang berlaku. (*)