EKOIN.CO Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers dan Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mendesak penerapan sanksi pidana terhadap Ipda Endry, ajudan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, atas pemukulan terhadap jurnalis foto LKBN Antara, Makna Zaezar. Peristiwa itu terjadi saat peliputan arus balik di Stasiun Tawang, Semarang, Sabtu (5/4/2025).
“Permintaan maaf tidak menghapus tanggung jawab etik dan potensi tindak pidana,” tegas kedua lembaga itu dalam keterangan tertulis, Selasa (8/4/2025).
Meski Ipda Endry telah meminta maaf secara langsung kepada Makna pada Ahad (6/4/2025) di kantor LKBN Antara Biro Jawa Tengah, LBH Pers dan ICJR menegaskan bahwa proses etik dan disiplin harus tetap berjalan sesuai Perkapolri No. 7/2022. Aturan itu mewajibkan anggota Polri bersikap humanis, profesional, dan menghormati HAM.
Lebih lanjut, mereka menyoroti kemungkinan penerapan Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan, mengingat pemukulan tersebut menyebabkan rasa sakit. Ancaman verbal Ipda Endry juga bisa dikenai Pasal 335 KUHP tentang pemaksaan dengan kekerasan.
“Berdasarkan Pasal 52 KUHP, jika kejahatan dilakukan pegawai negeri dalam tugasnya, hukuman bisa diperberat,” jelas pernyataan tersebut.
Menurut LBH Pers dan ICJR, tindakan Ipda Endry juga dapat dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap hak pers yang dijamin Pasal 18 Ayat (1) UU Pers. “Polri harus menegakkan hukum secara profesional dan transparan,” imbuhnya.
Kronologi Kekerasan
Kejadian bermula saat Makna meliput kunjungan Kapolri di Stasiun Tawang. Ipda Endry disebut memukul bagian belakang kepala jurnalis itu sembari melontarkan ancaman.
“Waktu mau balik, dia mengeplak kepala saya. Bahasa sini itu ‘ngeplak’ bagian belakang kepala,” kata Makna saat dikonfirmasi dari Jakarta, Minggu (6/4/2025).
Sebelum pemukulan, ajudan tersebut juga mengancam: “Kalian kalau dari pers tak tempeleng satu-satu!”
Polda Jateng telah memfasilitasi permintaan maaf Ipda Endry. Namun, tekanan untuk proses hukum terus menguat dari kalangan pegiat HAM dan pers.