Malang, EKOIN.CO – Maraknya pinjaman online (pinjol) ilegal semakin meresahkan masyarakat. Data terbaru dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan bahwa pengaduan terkait pinjol ilegal meningkat hingga 80% dibandingkan tahun sebelumnya.
Ketua Satgas Waspada Investasi (SWI), Tongam L. Tobing, mengingatkan masyarakat agar berhati-hati dalam memilih layanan pinjaman online. “Kami terus menerima laporan dari masyarakat yang mengalami kerugian akibat pinjaman online ilegal. Mereka dikenakan bunga tinggi, cara penagihan yang tidak manusiawi, serta penyalahgunaan data pribadi,” ujarnya.
Penyalahgunaan Data Pribadi
Kepala Kantor OJK Malang, Sugiarto Kasmuri, menambahkan bahwa salah satu ancaman terbesar dari pinjol ilegal adalah akses tanpa izin terhadap data pribadi peminjam. “Debt collector dari pinjaman online ilegal sering menggunakan data pribadi untuk melakukan intimidasi. Ini termasuk menyebarkan informasi pribadi ke kontak peminjam, bahkan ancaman yang bersifat mengganggu,” jelasnya.
Modus lain yang sering digunakan adalah pencairan dana cepat tanpa prosedur ketat. Namun, di balik kemudahan ini, bunga yang dikenakan sangat tinggi dan tidak transparan. Berdasarkan ketentuan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), bunga maksimal yang diperbolehkan adalah 0,8% per hari. Sementara itu, pinjol ilegal bisa mengenakan denda yang melebihi 100%, membuat peminjam kesulitan melunasi utangnya.
Cek Legalitas Sebelum Pinjam Online
Untuk menghindari jebakan pinjol ilegal, OJK mengimbau masyarakat untuk selalu memeriksa legalitas layanan pinjaman online sebelum mengajukan pinjaman. Hingga 8 September 2021, sebanyak 107 perusahaan fintech lending telah terdaftar dan berizin di OJK.
“Bagi masyarakat yang ingin memastikan keamanan layanan pinjaman online, dapat mengecek daftar resmi di situs OJK. Caranya cukup mudah, cukup mengunjungi ojk.go.id, lalu masuk ke menu IKNB dan pilih Fintech,” kata Sugiarto.
Masyarakat diharapkan lebih waspada agar tidak terjebak dalam jerat pinjaman online ilegal yang dapat membawa konsekuensi finansial dan psikologis yang berat. (*)