Washington DC, EKOIN.CO – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump secara resmi mengumumkan kebijakan tarif baru yang menyasar 180 negara, termasuk Indonesia, pada Kamis (3/4/2025). Kebijakan ini memicu reaksi dari berbagai negara, termasuk ancaman serangan balik dari Uni Eropa, Kanada, dan China.
Sebagai pembanding, tarif yang dikenakan terhadap negara-negara Asia Tenggara bervariasi. Malaysia dikenai tarif 24 persen, Singapura 10 persen, dan Filipina 17 persen. Indonesia sendiri masih mengkaji respons yang akan diambil menjelang penerapan kebijakan tersebut secara resmi pada 9 April 2025.
Dalam pernyataannya, Menteri Keuangan AS Scott Bessent memperingatkan negara-negara yang terdampak, termasuk Indonesia, untuk tidak melakukan tindakan balasan.
“Saran saya kepada setiap negara saat ini adalah jangan membalas. Diam saja, terima dulu. Lihat bagaimana perkembangannya. Karena jika kalian membalas, maka akan terjadi eskalasi,” ujar Bessent seperti dikutip dari Antara. Ia menambahkan, “Jika tidak membalas, ini adalah batas tertingginya.”
Sementara itu, Pemerintah Indonesia telah menegaskan akan mengirimkan delegasi tingkat tinggi ke Washington DC dalam waktu dekat. Seperti dilaporkan Antara, Jumat (4/4/2025), langkah ini dilakukan untuk membuka jalur diplomasi langsung dengan Pemerintah AS.
Delegasi tersebut akan membawa bahan negosiasi berdasarkan laporan National Trade Estimate (NTE) 2925 yang diterbitkan oleh US Trade Representative, sebagaimana disampaikan oleh Kementerian Luar Negeri RI dalam rilis resminya.
Menanggapi situasi ini, Deputi Bidang Diseminasi dan Media Informasi Kantor Komunikasi Kepresidenan, Noudhy Valdryno, menyampaikan bahwa Presiden Prabowo Subianto telah menyiapkan tiga strategi utama untuk menghadapi tekanan ekonomi dari kebijakan tersebut.
Pertama, perluasan mitra dagang melalui pengajuan keanggotaan Indonesia dalam kelompok BRICS. “Keanggotaan Indonesia di BRICS memperkuat berbagai perjanjian dagang multilateral yang telah ditandatangani Indonesia,” ujarnya.
Kedua, pembentukan lembaga Danantara yang berfokus pada pendanaan dan pengelolaan proyek hilirisasi sumber daya alam di berbagai sektor strategis. Menurut Noudhy, langkah ini akan mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap investasi asing.
Ketiga, program penguatan konsumsi dalam negeri melalui penyediaan makan bergizi gratis. “Salah satu program unggulan Presiden Prabowo adalah program makan bergizi gratis yang menargetkan 82 juta penerima manfaat pada tahun 2025,” tambahnya.
Sebagai upaya jangka panjang, Indonesia juga melanjutkan proses bergabung ke dalam Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) serta memperluas berbagai perjanjian perdagangan internasional lainnya.
Dalam suasana global yang semakin tegang akibat kebijakan proteksionis AS, Indonesia berupaya menyeimbangkan langkah diplomasi dan strategi pembangunan ekonomi nasional untuk tetap menjaga stabilitas dan pertumbuhan. (*)