Jakarta, EKOIN.CO – Industri perkebunan kelapa sawit kembali menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia. Di tengah larangan ekspor konsentrat mineral, pemerintah menargetkan penerimaan bea keluar pada 2025 hanya sebesar Rp4,47 triliun, dengan sawit sebagai satu-satunya sumber utama. Hal ini tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 201 Tahun 2024, yang menyesuaikan target penerimaan bea keluar dalam APBN 2025. Sementara itu, berdasarkan Perpres Nomor 76/2023, target bea keluar untuk APBN 2024 mencapai Rp17,52 triliun. Namun, realisasi penerimaan bea keluar dari sektor sawit hingga Oktober 2024 hanya mencapai Rp3,5 triliun atau 24,14% dari total target.
M. Aflah Farobi, Direktur Penerimaan dan Perencanaan Strategis DJBC, menjelaskan, “Memang sampai sekarang masih berlaku ketentuan larangan ekspor mineral, jadi berdasarkan hal tersebut 2025 pemerintah ditargetkan untuk bea keluar hanya Rp4,5 triliun, ini tentu sumbernya hanya dari sawit.” Ia menambahkan, target tersebut sulit dicapai mengingat produksi sawit pada 2024 hanya mencapai 36 juta ton, di bawah target pemerintah sebesar 39 juta ton. “Jadi, kira-kira gambarnya kayak gitu, nah nanti kira-kira dapatnya berapa itu tergantung dari harga CPO di pasaran,” paparnya.
Di sisi lain, Budi Prasetiyo, Kepala Subdirektorat Humas dan Penyuluhan Bea Cukai, menyatakan bahwa pungutan ekspor sawit digunakan untuk mendukung program strategis pemerintah, termasuk hilirisasi produk kelapa sawit. “Kebijakan tersebut bertujuan untuk meningkatkan daya saing harga komoditas kelapa sawit dan memberikan nilai tambah harga tandan buah segar di tingkat petani,” ujarnya. Pemerintah juga telah menetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62 Tahun 2024 untuk menyesuaikan nilai pungutan dana perkebunan sawit.
Gambar diambil dari InfoPublik.id