Jakarta EKOIN.CO – Pemerintah Indonesia menargetkan rancangan regulasi AI (kecerdasan buatan) difinalisasi pada akhir September 2025. Draft Peraturan Presiden (Perpres) tentang AI kini memasuki tahap harmonisasi lintas kementerian dan lembaga, dengan harapan dapat menjadi payung hukum yang jelas tanpa berbenturan dengan aturan lain.
Berlangganan WA Channel EKOIN
Langkah ini dianggap penting mengingat pemanfaatan AI di berbagai sektor semakin luas, mulai dari pendidikan, kesehatan, hingga industri keuangan. Tanpa aturan yang jelas, pemakaian teknologi tersebut berisiko menimbulkan ketidakpastian hukum dan penyalahgunaan.
Pemerintah menegaskan bahwa regulasi AI yang sedang dirancang tidak hanya akan mengatur aspek teknis penggunaan, tetapi juga menyangkut etika, keamanan data, hingga perlindungan masyarakat.
Harmonisasi Regulasi AI
Menurut informasi dari Kementerian Komunikasi dan Informatika, tahap harmonisasi ini dilakukan agar Perpres AI tidak tumpang tindih dengan peraturan yang sudah ada. Proses tersebut melibatkan Kementerian Hukum dan HAM, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, serta lembaga terkait lainnya.
Pemerintah menilai harmonisasi menjadi tahap krusial, karena saat ini telah terdapat sejumlah aturan mengenai teknologi informasi, perlindungan data pribadi, dan transaksi elektronik. Aturan-aturan itu perlu selaras agar tidak menimbulkan kerancuan dalam implementasi AI.
“Targetnya akhir September ini bisa selesai harmonisasi, sehingga Perpres AI segera difinalisasi,” ujar seorang pejabat Kementerian Kominfo.
Selain menghindari tumpang tindih, pemerintah ingin memastikan regulasi AI mencakup prinsip keamanan, transparansi, serta keberpihakan pada kepentingan publik.
Dampak dan Pentingnya Regulasi AI
Regulasi AI dipandang sebagai langkah strategis untuk menghadapi perkembangan teknologi global. Di Indonesia, pemanfaatan kecerdasan buatan berkembang pesat, mulai dari aplikasi layanan publik, analisis data kesehatan, sistem keuangan digital, hingga platform pendidikan.
Tanpa aturan yang jelas, penggunaan AI dikhawatirkan menimbulkan risiko, termasuk pelanggaran privasi, disinformasi, maupun diskriminasi berbasis algoritma. Pemerintah berharap Perpres ini menjadi rujukan utama dalam pengembangan AI secara etis dan bertanggung jawab.
Selain itu, regulasi AI diharapkan dapat mendorong iklim investasi dan riset di bidang teknologi digital. Dengan adanya kepastian hukum, pelaku usaha maupun lembaga penelitian akan lebih percaya diri untuk mengembangkan inovasi berbasis kecerdasan buatan di tanah air.
Pemerintah juga menyoroti pentingnya aspek literasi digital masyarakat. Aturan AI nantinya akan memuat ketentuan mengenai edukasi publik agar pengguna memahami risiko dan manfaat teknologi.
Sejumlah kalangan akademisi menilai, regulasi AI harus berfokus pada perlindungan hak masyarakat tanpa menghambat inovasi. “Yang utama adalah bagaimana regulasi AI dapat menyeimbangkan aspek perlindungan dan pengembangan teknologi,” kata seorang pakar hukum teknologi dari salah satu universitas negeri.
Hingga saat ini, draf Perpres AI masih dalam tahap penyempurnaan. Jika harmonisasi berjalan sesuai jadwal, regulasi AI pertama di Indonesia akan segera diundangkan sebelum akhir tahun.
Regulasi AI menjadi kebutuhan mendesak di tengah pesatnya perkembangan teknologi kecerdasan buatan di Indonesia. Tanpa aturan yang jelas, pemanfaatannya berisiko menimbulkan masalah hukum dan sosial.
Pemerintah tengah memprioritaskan finalisasi Perpres AI melalui tahap harmonisasi, agar aturan tersebut tidak berbenturan dengan regulasi lain.
Keterlibatan berbagai kementerian dan lembaga menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menyusun aturan yang komprehensif.
Jika berhasil disahkan tepat waktu, regulasi AI diharapkan memberikan kepastian hukum bagi industri, peneliti, dan masyarakat.
Dengan demikian, Indonesia dapat memanfaatkan AI secara maksimal, sekaligus meminimalkan risiko yang ditimbulkan oleh teknologi baru ini. (*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v





